Shelter Souvenir Cepoko Sepi Ditinggal Pedagang

  • Bagikan
Kondisi shelter souvernir Cepoko sepi karena ditinggalkan para pedagang. (Adennyar Wycaksono/Jawa Pos Radar Semarang)

SEMARANG, RAKYATJATENG – Pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) dengan dibukanya objek wisata, ternyata tidak membuat shelter souvernir Cepoko didatangi wisatawan.

Bahkan bisa dibilang, kondisi shelter di Jalan Manyaran-Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah, ini memprihatinkan karena ditinggal para pedagang.

Shelter souvernir Cepoko kali pertama diresmikan pada 2018 lalu. Tujuannya sebagai pendukung objek wisata yang ada di Gunungpati, misalnya Goa Kreo, Desa Wisata Kandri dan kampung buah Cepoko.

Sayangnya, setelah dua tahun beroperasional, shelter yang dahulu dibangun Dinas Pedagangan, kini ditinggal para pedagang. Tidak ada aktivitas di shelter yang menelan biaya pembuatan hingga Rp 3 miliar tersebut. Hanya tinggal satu pedagang yang bertahan berjualan di tempat tersebut.

“Sepi mas, apalagi sejak Maret lalu ada corona. Tidak ada pengunjung, pedagang pun memilih libur jualan, nggak tahu sampai kapan,” kata Sarminah satu-satunya pedagang di shelter souvernir Cepoko Selasa (25/8).

Sarminah menjelaskan, dahulu ada 10 pedagang kuliner yang berjualan di tempat ini dan bergerak di bidang kuliner. Mereka menempati los di sebelah utara.

Shelter souvernir Cepoko memiliki tiga bangunan, yakni los atau bangunan sisi selatan, barat dan utara.

“Yang sisi barat dan selatan kosong, paling digunakan kalau ada event,” tutur penjual aneka es tersebut.

Saat Jawa Pos Radar Semarang berkunjung, kios Sarminah hanya didatangi dua pembeli es buah. Kios lainnya tak berpenghuni. Gerobak dan etalase kaca para pedagang ditutup kain agar tidak kotor. Sementara kursi dan meja ditumpuk menjadi satu oleh para pedagang.

“Sebelum pandemi sempat ramai, karena ada pasar malam juga. Ya setelah corona merebak, akhirnya sepi, pasar malam juga nggak boleh buka. Akhirnya yang jualan memilih libur,” kata Rozaq, petugas penjaga shelter souvernir Cepoko.

Menurut dirinya, pengelolaan sebelumnya ada di Dinas Pedagangan. Namun belakangan ini diserahkan ke Kelurahan Cepoko untuk dikelola.

Total pedagang yang aktif sebelum pandemi ada sekitar enam pedagang. “Kalau pengrajin UMKM, ngga stay atau jualan di sini setiap hari. Paling kalau ada event saja,” paparnya. (den/ton/bas/JPC)

  • Bagikan