SOLO, RAKYATJATENG – Persis Solo musim ini diisi tiga kiper potensial. Dua diantaranya bahkan punya jam terbang tinggi. Mulai dari kiper musim lalu Sendri Johansyah, yang akan bersaing posisi inti dengan Ali Budi Rahardjo (eks Martapura FC) dan Wildan Achyar (eks Persiba Balikpapan).
Ketiganya dipantau langsung oleh mantan kiper Timnas Hermansyah, yang ditunjuk jadi pelatih kiper Persis di Liga 2 2020.
Sayangnya dari tiga nama kiper tersebut, tak ada yang berasal dari Solo. Situasi ini tentu miris. Tapi jika berkaca ke belakang, tak ada putra daerah yang sukses jadi kiper inti. Terakhir kali terjadi di musim 2013. Di mana Dian Rompi dan Bagus Jiwo berebut posisi inti di skuad Persis Solo versi PT Liga Indonesia (LI).
Sebenarnya musim 2017, posisi kiper inti dipegang oleh Galih Sudaryono, namun dia berstatus kelahiran Semarang, yang sudah 10 tahun terakhir menetap di Karanganyar. Mantan kiper Persis Solo musim 2006-2008 Wahyu Tri Nugroho tak menampik bahwa untuk bisa menembus tim ini memang bukan perkara mudah.
Pemain berlabel putra daerah saja, tak cukup untuk dijadikan pegangan. ”Namanya persaingan, tentu berat. Semua keputusan main ada di tangan pelatih. Dan semua yang masuk di skuad tentu dipilih yang dirasa terbaik untuk masuk di tim tersebut,” terang Wahyu Tri Nugroho (WTN) kepada Jawa Pos Radar Solo.
Kiper asal Sukoharjo tersebut menganggap motivasi pemain lokal memang harus terus digenjot. Jika memang tak dapat jam terbang lebih di klub tanah kelahirannya, tentu tak ada salahnya untuk mencoba main di klub lain.
”Memang tidak banyak pemain asli Solo yang main di luar klub Persis, tapi saya lihat mereka yang keluar kualitasnya jadi semakin bagus. Tentu tak ada salahnya main di luar Persis, jika dirasa susah masuk di klub ini. Tapi jangan karena gak lolos seleksi Persis, trus pilih pensiun. Sayang kalau memutuskan hal tersebut. Apalagi usia sebenarnya masih menjanjikan,” tuturnya. (rs/NIK/per/JPR/JPC)