Tiba di Indonesia, Buron Pembobol Bank BNI Diserahkan ke Bareskrim Polri

  • Bagikan
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly berhasil menyelesaikan ekstradisi terhadap pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa dari Serbia. (Dok Kemenkum Ham)

JAKARTA, RAKYATJATENG – Buronan pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa tiba di Indonesia sekitar pukul 11.00 WIB. Bos PT Gramarindo Mega Indonesia itu nampak menggunakan baju tahanan Bareskrim Polri dengan tangan diborgol.

“Beliau selama perjalanan menggunakan pakaian tersebut dan dalam keadaan tangan diborgol. Karena kita di udara, mencegah hal-hal yang mungkin saja membahayakan penerbangan,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly di Bandara Soekarno Hatta, Kamis (9/7).

Yasonna mengaku, sempat memperkenalkan diri kepada Maria. Dia pun menyebut akan menyerahkan Maria ke Bareskrim Polri untuk segera diproses hukum.

“Kami akan menyerahkan ibu ke Bareskrim Polri, hadapi saja dengan tenang, semua kita lakukan secara profesional,” ucap Yasonna.

Penangkapan terhadap Maria Pauline dilakukan oleh NCB Interpol Serbia pada 16 Juli 2019. Dia kemudian di ekstradisi dari Serbia ke Indonesia setelah menjadi buronan 17 tahun.

Maria Pauline yang menjadi buronan selama 17 tahun, merupakan Bos PT Gramarindo Mega Indonesia yang lahir di Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958. Dia ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai USD 136 juta dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari ‘orang dalam’, karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Lantas pada Juni 2003, BNI curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group, kemudian mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.

Namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Maria sempat terlacak di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, pada 2010 dan 2014. Karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Maria ditetapkan tersangka bersama mantan Kepala Customer Service Luar Negeri BNI Kebayoran Edy Santoso, mantan Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia, Ollah Abdullah Agam, mantan Dirut PT Bhinnekatama Titik Pristiwati, mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Suyitno Landung, mantan Dirut PT Metranta Richard Kountol dan mantan Dirut PT Pantipros Aprilla Widyata. (JPC)

  • Bagikan

Exit mobile version