RAKYATJATENG, SEMARANG – Pabrik jamu legendaris asal Semarang PT Nyonya Meneer (PT Njonja Meneer) yang dipimpin Charles Saerang akhirnya dinyatakan pailit oleh pengadilan. Ada pengusaha asal Sukoharjo bernama Hendrianto Bambang Santoso yang mengajukan permohonan ke pengadilan untuk memailitkan perusahaan jamu yang berdiri sejak 1919 itu.
Pengadilan Niaga (PN) Semarang mengabulkan permohonan Hendrianto pada persidangan yang digelar Kamis 93/8). Pemilik Bank Jamu itu menjadi kreditur konkuren yang menggugat ke PN Semarang untuk membatalkan kesepakatan damai.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan batal perjanjian perdamaian yang telah disepakati. Selain itu, menyatakan PT Nyonya Meneer dalam keadaan pailit,” kata Nani Indrawati selaku ketua majelis hakim saat membacakan amar putusan. Baca juga: Tok Tok Tok… Nyonya Meneer Dinyatakan Pailit
Majelis hakim dalam pertimbangannya menguraikan, yang menjadi persoalan adalah permohonan pembatalan perdamaian dengan alasan termohon lalai melakukan pembayaran. Sedangkan termohon membantah karena telah menyelesaikan pembayaran perdamaian.
“Pembatalan perdamaian sebelumnya sudah diajukan berulang kali. Namun ditolak majelis hakim. Semestinya kalau konsisten termohon segera membayarkan, sehingga terkesan ada penundaan pembayaran,” ujar majelis hakim.
Eka Widhiarto dan Kuntowati Sri Haryani selaku kuasa hukum Hendrianto menuturkan, hal yang harus diperhatikan pasca-putusan itu adalah hak-hak pegawai di Nyona Meneer. Eka menuturkan, tagihan yang belum terbayarkan kepada kliennya sesuai kesepakatan dalam proposal perdamaian mencapai Rp 7,4 miliar.
“Untuk tagihan Bank Jamu ke klien kami sampai Rp 7,4 miliar. Jadi, sejak perdamaian memang belum ada sama sekali dibayar oleh Nyonya Meneer. Bahkan klien kami sudah mencoba komunikasi dengan PT Nyonya Meneer, tapi enggak ada jawaban,” kata Eka kepada Jawa Pos Radar Semarang usai sidang.
Tagihan Rp 7,4 miliar ini hanya milik Hendrianto yang terpaksa mengajukan pembatalan perdamaian karena PT Nyonya Meneer tidak memenuhi isi perjanjian untuk membayar cicilan setiap bulan. Menurut Eka, cek dari Nyonya Meneer yang diberikan ke Bank Jamu tidak bisa dicairkan.
Bahkan, terakhir rekening Nyonya Meneer sudah ditutup. Namun demikian dia mengakui bahwa pihak Nyonya Meneer pernah memberikan cek. Hanya saja, cek itu tidak bisa dicairkan, bahkan akan ditarik kembali.
“Pada 15 Juni 2016, pihak Nyonya Meneer sudah memberitahu ke klien kami secara tertulis, menerangkan kalau rekening Nyonya Meneer di BCA untuk pencairan BG (bilyet giro) sudah ditutup, maka dari itu kami ajukan permohonan pembatalan ini,” tandasnya.
Sedangkan La Ode Kudus selaku kuasa hukum PT Nyonya Meneer menolak diwawancara. Dia hanya melambaikan tangan kepada sembari berlalu pergi. Bahkan saat ponselnya dihubungi juga tak merespons.
Sebelumnya, pada (8/6/2015) lalu, majelis hakim Pengadilan Niaga Semarang yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto telah mengesahkan proposal perdamaian yang diajukan PT Nyonya Meneer untuk membayar utang kepada semua krediturnya. Pengesahan proposal dilangsungkan dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Semarang.
Dalam amar putusannya, hakim Dwiarso mengatakan, para pihak yakni debitur, kreditur, tim pengurus, maupun hakim pengawas telah sepakat terkait kewajiban utang yang harus dibayarkan debitur kepada 35 kreditur. Majelis hakim juga menyatakan perjanjian tanggal 27 Mei 2015 antara debitur dan 35 kreditur sudah sah, serta menghukum debitur dan kreditur untuk menaati putusan tersebut.(sm/jks/ton/JPR)