RAKYATJATENG.COM, SEMARANG – Penolakan terhadap kebijakan lima hari sekolah makin meluas.
Kali ini, Dewan Pengurus Cabang Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Semarang secara tegas menolak kebijakan sekolah delapan jam sehari dan lima hari seminggu pada tahun ajaran baru Juli 2017, yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Menurut sekretaris DPC PKB Kota Semarang M Sodri, SH program lima hari sekolah akan merugikan masyarakat.
“Lima hari sekolah akan menghilangkan kesempatan anak didik untuk mendapatkan tambahan pendidikan agama diluar bangku sekolah formal,” katanya, kemarin.
Dia menjelaskan, tambahan pelajaran pendidikan agama yang dilaksanakan di sekolah formal porsi waktunya sangat kurang.
“Jam pelajaran satu pekan hanya dua jam pelajaran, sehingga anak didik perlu mendapatkan tambahan pendidikan agama di luar sekolah formal,” ujar M Sodri yang juga anggota Komisi C DPRD Kota Semarang ini.
Pendidikan keagamaan, kata dia, diluar sekolah dilaksanakan oleh TPQ, Madrasah Diniyah atau Madin. Selain itu ada ula wustho ulya dan lain sebagainya.
“Pendididkan agama ini sudah berlangsung lama, bahkan jauh semenjak sebelum Indonesia merdeka jadi efektif dalam membina anak-anak,” terangnya.
Ia menambahkan pendidikan agama di luar pendidikan formal hingga saat ini tetap eksis mengabdi tanpa pamrih. Mereka mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam membentuk karakter bangsa yg berbudi luhur dan berakhlak karimah.
“Pendidikan non formal ini tetap ekses meskipun perhatian pemerintah masih minim,” imbuh Politisi asal Genuk ini.
Pendidikan agama ini, lanjut dia, sangat di butuhkan masyarakat lebih lebih tantangan besar bangsa ini adalah kebobrokan moral.
“Berdasarkan pengaduan dan masukan masyarakat kami sangat menyayangkan Dinas Pendidikan Kota Semarang yang telah melaksanakan pilot projek sekolah lima hari di beberapa sekolah, padahal pemerintah nenunda pelaksanaanya. Kami minta untuk ditinjau kembali kebijakan tersebut,” katanya. (Ana)