Terobosan Menteri Amran Buat Impor Beras Wassalam
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Kinerja Kementerian Pertanian (Kementan) yang berhasil meningkatkan produksi padi, sehingga keran impor mulai 2016 sampai saat ini ditutup, mendapat pujian dari DPR.
Anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo, melihat banyak terobosan yang dilakukan pemerintahan Jokowi- JK dalam mengangkat sektor pertanian selama dua tahun menjabat. Dengan terobosan-terobosan tersebut, pada 2016, Indonesia sudah tidak lagi mengimpor beras.
“Terobosan-terobosan itu dilakukan dengan baik oleh Kementan di bawah komando Amran Sulaiman. Terobosan tersebut antara lain bantuan alat mesin pertanian yang membuat petani bergairah kembali,” katanya di Jakarta, Sabtu (10/6/2017).
Ia menungkapkan, dengan bantuan tersebut, kerja petani dalam menggarap lahan menjadi lebih mudah. Pekerjaan yang biasanya membutuhkan waktu berhari-hari bisa diselesaikan dalam hitungan jam.
“Bahkan, sekarang ada pergeseran lantaran banyak anak muda yang mau bertani. Ini harus kita sambut,” ungkap Firman.
Ia menambahkan, yang tidak kalah penting lagi, yakni Kementan juga telah melakukan perbaikan dan rehabilitasi irigasi pertanian, termasuk membangun embung-embung untuk penampungan air. Ini yang jadi hal utama mengangkat pertanian.
“Kami berharap, untuk hasil yang lebih optimal, pemerintah menghentikan penggunaan urea sebagai pupuk subsidi buat petani. Alasannya, pupuk jenis ini menjadi penyebab tanah-tanah pertanian menjadi kurang subur. Subsidi (pupuk urea) kalau perlu dihilangan dan diganti dengan pupuk organik untuk tingkatkan sektor pangan,” sarannya.
Dengan kinerja Kementan itu, dia yakin produksi hasil hasil pertanian bakal terus meningkat.
Namun, untuk mewujudkan keinginan Presiden Jokowi soal swasembada padi, jagung, dan kedelai pada 2017 tidak boleh hanya diserahkan ke pundak Amran. Swasembada ketiga komoditas itu tergantung kinerja Menko Perekonomian, Darmin Nasution, meramu timnya di lintas kementerian untuk mendukung sektor pertanian.
“Keberhasilan Kementan untuk capai target yang ditetapkan pemerintah tidak bisa berdiri sendiri karena faktor-faktor pendukung lintas sektor. Pertanian itu tidak akan bisa berbicara produksi ketika airnya tidak ada.
Sebagus apapun bibit dan distribusi alat pertanian, tidak ada gunanya kalau tidak ada air. Karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum juga harus mendukung rencana Kementan. Demikian juga dengan Kementerian Perdagangan juga harus kendalikan impor. Sebab, impor bikin malas petani juga. Nah, ini tugas Menko Perekonomian untuk mengendalikannya,” papar Firman.
Ketua Ikatan Alumni Muda Pertanian IPB Bogor, Abiyadun, memberikan pujian sama. Dia menyebut, dalam dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, kinerja sektor pangan mampu mengakhiri hegemoni beras impor.
Kebutuhan beras nasional saat ini sampai dengan Mei 2017 nanti mampu dicukupi dari produksi sendiri, sehingga tidak ada impor beras sejak 2016.
“Jadi, tak heran FAO (Badan Pangan Dunia PBB) Perwakilan Indonesia pun mengapresiasi peningkatan produksi padi. Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan beras dari produksi sendiri. Apresiasi tersebut disampaikan Mark Smulders saat menghadiri pembukaan Pameran Hari Pangan Sedunia (HPS),” kata Abiyadun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), lanjut dia, menunjukkan Angka Tetap Produksi padi 2015 mencapai 75,4 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 6,42 persen tahun 2014. Kemudian, data Pra Angka Ramalan II produksi padi 2016 mencapai 79,1 juta ton sehingga terjadi peningkatan produksi padi sebesar 4,96 persen. Produksi padi 2016 ini setara dengan beras 443 juta ton, sementara kebutuhan konsumsi beras hanya 33,3 juta ton.
“Data ini memperlihatkan fakta keberadaan surplus beras,” ucap Abiyadun.
Dia pun mendukung kebijakan Jokowi melarang impor pangan masuk tahun ini. Kebijakan tersebut sangat tepat karena secara terbuka memperlihatkan eksistensi pemerintah untuk tidak menghiunati petani. “Pemerintah benar-benar me-manusiakan petani dan berkomitmen tinggi memerangi atau menumpas mafia pangan,” katanya.
Menurut Abiyadun, program upaya khusus Swasembada pangan Kementerian Pertanian seperti revisi Perpres 172/2014 sudah cukup baik. Perpres tersebut tentang pengadaan dengan sistem penunjukan langsung, bukan lagi tender untuk benih dan pupuk. Kemudian tentang bantuan alat mesin pertanian, benih unggul dan penanaman jajar legowo. “Alhasil, peningkatan indeks pertanaman, luas tanam, luas panen dan produktivitas,” sebutnya. (fajar)