SEMARANG – Penetapan kuota dan tarif angkutan berbasis online rencananya bakal diberlakukan mulai Juli mendatang. Ketentuan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 tahun 2017.
Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan (Dishub) Jateng, Akhmad Syaifillah menjelaskan, penetapan kuota dan tarif angkutan tersebut hanya berlaku bagi kendaraan roda empat saja. Sementara untuk roda dua masih seperti biasa karena belum ada aturannya.
Dijelaskan, perhitungan tarif angkutan dengan cara sewa khusus berbasis IT tersebut menyesuaikan kondisi di Jateng. Artinya, antara Jateng dan daerah lain bisa saja berbeda. Sudah ada rincian formulasinya. ”Nanti tarif dihitung per kilometer. Variabelnya yaitu penyusutan, aset, harga dan kebutuhan BBM, hingga pemeliharaan,” paparnya.
Berdasarkan aturan tersebut, rencananya Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) setiap armada akan diberi identitas khusus. Itu merupakan semacam tanda karena armada angkutan berbasis online sama seperti mobil pribadi. ”Tapi itu masih dalam tahap pembahasan. Belum dipastikan akan diberlakukan seperti itu,” imbuhnya.
Untuk mempermudah pengawasan dan kontrol dari pemerintah, setiap armada diwajibkan menyediakan dashboard. Operator juga diwajibkan memiliki badan hukum dan mengantongi perizinan, baik selaku operator maupun izin aplikasi.
Sebelum peraturan tersebut diimplementasikan, pihaknya akan mengundang operator, pengusaha transportasi konvensional, dan konsumen. Jika memungkinkan, pertemuan tersebut akan digelar pekan depan. ”Semua akan diajak bicara untuk menentukan tarif dan kuota. Tentu berdasar pada perhitungan kondisi wilayah yang tujuannya peningkatan pelayanan,” jelasnya.
Menyinggung kota yang pertumbuhan transportasi online-nya sangat pesat, Syaifillah menyatakan ada di Semarang, Surakarta, Tegal, Kudus, dan Purwokerto. ”Untuk kota lain belum banyak, permintaan konsumen masih sedikit,” ungkapnya.
Dia berharap dengan adanya pengaturan ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan tidak ada yang dirugikan. Selain itu operator juga memberikan pelayanan yang bagus sehingga masyarakat senang.
Sementara itu, Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menilai, penetapan kuota dan tarif angkutan tersebut justru bisa menjadi lahan korupsi. Sebab, izin besaran kuota tersebut berdasarkan wewenang masing-masing pemerintah daerah.
”Beberapa waktu lalu, untuk memberi izin mengoperasikan 20 taksi, kepala daerah minta 1 mobil gratis sebagai syarat agar izin bisa dikeluarkan. Ada juga kepala daerah yang minta dihargai Rp 10 juta per unit. Padahal armada yang diizinkan mencapai ratusan unit jumlahnya,” ucapnya.
Investor atau operator butuh dana miliaran rupiah untuk mendapat izin. Praktis, tarif angkutan yang dipatok pun jadi lebih tinggi. Hal itu sama saja dengan memberatkan konsumen. Karena itu, dia meminta penetapan kuota tidak diberikan pemerintah daerah, melainkan Forum LLAJ. Anggotanya terdiri atas anggota dewan, akademisi, praktisi, lembaga konsumen, dan Organisasi Angkutan Darat (Organda). ”Cara menentukan juga bisa melalui survei yang dapat dilakukan secara rutin,” tegasnya. (radarsemarang/JPG/Fajar)