Jakarta (RAKYATJATENG) - Keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dinilai pakar telah menimbulkan polemik tentang maksud dan tujuan dari PP ini.
"PP ini seyogyanya memberikan arahan bagaimana hasil sedimentasi yang ada dapat dikelola agar dapat memberikan manfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi keberlanjutan eksosistem serta keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Intinya adalah itu. Mengenai apakah hasil sedimentasi mengandung pasir yang bisa dipakai untuk reklamasi dan segala macam, itukan pemanfaatan sedimennya ya," ujar Guru Besar bidang Ilmu Ekologi Pesisir IPB University Prof. Dietriech G. Bengen saat dimintai pendapatnya mengenai terbitnya peraturan pemerintah tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut.
Hasil sedimentasi di beberapa bagian perairan Indonesia, baik yang dihasilkan dari aktivitas di daratan maupun di wilayah pesisir dan laut memang dapat ekosistem pesisir dan juga mengganggu kegiatan masyarakat nelayan. Pendangkalan alur akibat sedimentasi menyebabkan kapal nelayan tidak bisa melintas.
Sedimentasi juga dapat mengancam kelestarian ekosistem salah satunya terumbu karang. Ekosistem terumbu karang menurutnya bisa rusak bila tertutupi sedimentasi yang terbawa arus secara terus menerus. Kerusakan terumbu karang ini akhirnya dapat mempengaruhi keberadaan pulau-pulau kecil khususnya pulau-pulau dataran di sekitarnya.
Di sisi lain, hasil sedimentasi juga dapat menjaga kelestarian ekosistem pesisir di antaranya mangrove. Sedimen yang mengandung bahan organik dapat menjadi sumber unsur hara yang baik bagi pertumbuhan mangrove. Namun jika sedimentasi tak terkendali, juga dapat mengancam kelestarian mangrove.
"Sedimen kalau masuk ke alur pelayaran kapal tentu dapat menimbulkan pendangkalan yang pada akhirnya akan mengganggu aktivitas pelayaran. Namun bila di pesisir terdapat mangrove, maka sedimen dapat terjebak di mangrove. Tapi kalau mangrove tidak ada, bukan hanya alur kapal yang terganggu, tapi sedimen ini bisa terbawa jauh keluar dan mengendap menutupi terumbu karang. Sedimen yang halus itu bisa tersuspensi arus yang kuat. Katakanlah dia masuk ke ekosistem terumbu karang, menutupi terumbu karang, maka mati juga terumbu karangnya," paparnya.
Untuk itu menurutnya, pentingnya pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Kebijakan yang dibuat tentu tidak hanya mengatur pemanfaatan hasil sedimentasi, melainkan juga berisi perencanaan pengelolaan, pengendalian hingga pengawasannya.
Dia juga mengapresiasi adanya Tim Kajian integratif yang akan dibentuk MenKP yang melibatkan pihak-pihak di luar pemerintah, termasuk akademisi dan pegiat lingkungan, sehingga pengelolaan berjalan sesuai koridor untuk menjaga keberlanjutan ekosistem serta kehidupan dan penghidupan masyarakat.
"Yang paling penting sekarang, PP itukan tidak bisa jalan kalau tidak ada aturan turunannya yaitu permen. Tinggal bagaimana membuat permennya itu bisa menjamin pengelolaan yang dapat menjamin keberlanjutan ekosistem serta penghidupan dan kehidupan masyarakat. Itu yang harusnya kita kawal," tegasnya.
Pemerintah menerbitkan PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut pada 15 Mei 2023. Dalam kebijakan itu disebutkan pengelolaan hasil sedimentasi di laut dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut, serta mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Pengelolaan hasil sedimentasi di laut dikecualikan pada daerah lingkungan kerja, daerah lingkungan kepentingan pelabuhan, dan terminal khusus. Lalu wilayah izin usaha pertambangan, alur pelayaran dan zona inti kawasan konservasi kecuali untuk kepentingan pengelolaan kawasan konservasi.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2023