Mereka berjanji menceritakan ke penjuru dunia bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi toleransi dan persaudaraan.
Jakarta (RAKYATJATENG) - Sebanyak 32 biksu dari Thailand, Malaysia, dan Singapura melakoni thudong, perjalanan ritual yang dilakukan dengan berjalan kaki ribuan kilometer. Kali ini tujuan para bhante tersebut ke Candi Borobudur, yang menjadi pusat perayaan Hari Raya Tri Suci Waisak 2567 BE/2023.

Mereka berjalan kaki sejak 23 Maret 2023 dari Nakhon Si Thammarat, Thailand, melewati Malaysia, Singapura, dan pada tanggal 8 Mei 2023 tiba Batam. Setelah itu, menyisir Pulau Jawa bagian utara menuju Candi Borobudur.

Perjalanan atau thudong para biksu di Indonesia ini menjadi yang pertama. Sebelumnya mereka melakukan thudong di wilayah-wilayah yang dianggap suci di Asia Tenggara lainnya. Tempat suci yang dimaksud adalah gua, gunung, hutan, hingga candi.

Awalnya, para biksu ini akan melakukan ritual thudong pada 2019, namun COVID-19 yang mulai melanda sejumlah negara, memaksa mereka menunda perjalanan jauh dan lama itu.

Perjalanan ribuan kilometer yang dilakukan oleh para biksu adalah mengambil sumpah untuk hidup sebagai pengembara. Dalam perjalanannya, mereka tidak hanya melatih kesabaran seperti yang diajarkan Sang Buddha, tetapi juga menyapa wajah ramah Indonesia.


Sambutan

Sejak kedatangannya ke Indonesia dan ramai diberitakan oleh sejumlah media, itu membuat masyarakat penasaran sekaligus antusias menyambut para biksu. Di Jakarta, warga dari berbagai kalangan setia menunggu di pinggir jalan dari pagi hingga sore hanya untuk menyapa para biksu melintasi wilayahnya.

Begitu pula di kota-kota lain yang disinggahi biksu. Ribuan pasang mata setia menanti kehadiran mereka. Orang tua, dewasa, anak-anak, entah umat Buddha, Islam, Kristen, maupun lainnnya, semua orang menyambutnya dengan ramah dan gembira.

Gawai sudah dalam genggaman, siap mengabadikan momen yang akan menjadi kepingan kenangan masyarakat. Ada yang memberi minuman maupun makanan kepada biksu. Para biksu balik menyapa lewat ucapan "Assalamualaikum".

Tentu, sambutan warga ini bakal menjadi energi tambahan bagi biksu yang menapaki setiap jengkal aspal di bawah terik Matahari dan guyuran hujan. Rasa lelah mereka mungkin saja hilang dalam sesaat setelah melihat senyum dari wajah-wajah ramah masyarakat Indonesia.
Warga memberikan bekal makanan kepada biksu yang mengikuti ritual thudong seusai tiba di Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (28/5/2023). ANTARA FOTO/Aji Styawan/pras


Salah seorang biksu thudong, Kantadhammo, menyebut menjalankan ritual thudong di Indonesia memberi kesan tersendiri bagi para bhante, sebutan biksu. Berbeda saat berjalan kaki di negara lain, mereka tidak disambut semeriah seperti di Indonesia.

Di Thailand, ritual ini dianggap sebagai perjalanan biasa. Di Malaysia, mereka hanya disambut oleh umat Buddha. Bahkan saat di Singapura, tak ada sambutan apa pun. Sementara di Indonesia, kehadiran mereka tidak hanya disambut, bahkan juga dirayakan.

Ketika bermalam, entah di vihara maupun di rumah warga, masyarakat dengan sukarela mengecek kondisi kesehatan dan tak lupa memberikan pijatan untuk meringankan rasa lelah yang dialami para biksu. Bukan hanya dari umat Buddha, melainkan dari warga Muslim.

Menurut Kantadhammo, andai bisa menangis, mereka pasti akan meluapkannya. Menjalani ritual sunyi, perjalanan mereka seolah tak pernah sepi. Wujud toleransi bersemi di NKRI.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama, Supriyadi, menyatakan keramahan yang ditunjukkan masyarakat Indonesia dalam menyambut para biksu menunjukkan wajah asli Indonesia yang penuh dengan sikap welas asih.

Kepada Supriyadi, para biksu mengaku terharu dan tak menyangka bahwa kehadirannya amat dinantikan. Mereka berjanji akan menceritakan ke penjuru dunia bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan persaudaraan.

Perjalanan berbulan-bulan ini akhirnya selesai ketika para biksu thudong menapakkan kakinya di kawasan Borobudur, Magelang, pada Rabu (31/5) sore. Mereka akan menjalani sejumlah ritual sebelum mengikuti puncak perayaan Waisak pada 4 Juni 2023.
Sejumlah biksu peserta ritual Thudong melakukan Namaskara (sujud) saat sampai di tujuan terakhir di Catra Jinadhammo Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (31/5/2023). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/aww.



Waisak

Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri menetapkan libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Waisak jatuh pada 4 Juni 2023. Detik-detik Waisak di Indonesia akan diperingati pada pukul 10.41. WIB.

Supriyadi menerangkan penetapan Hari raya Tri Suci Waisak di Indonesia menggunakan metode Purnama-Sidhi berdasarkan perhitungan astronomi yang bersifat universal, ilmiah, dan modern.

Supriyadi merinci bahwa satu tahun Matahari berjumlah 365 hari, sedangkan satu tahun lunar (bulan) hanya 355 hari sehingga terdapat perbedaan 10 hari setiap tahunnya.

Pada tahun kabisat lunar, dalam satu tahun terdapat 13 purnama. Pada saat itu, terdapat bulan Waisak ganda. Maka, perhitungannya berpatokan pada kalender lunar/chandra Buddhis yang sudah menyesuaikan dengan perhitungan kalender Matahari/solar. Atau, perhitungan lunar-solar yang setiap satu daur 19 tahun terdapat 7 tahun kabisat lunar dengan 7 bulan sisipan.

Tahun 2023 Masehi merupakan warsa kabisat lunar, yang terdapat bulan Waisak ganda. Maka yang diambil adalah Purnama-Sidhi Waisak kedua yang jatuh pada 4 Juni 2023.

Dalam perayaan Waisak nanti rencananya sejumlah biksu dari Thailand, Singapura, hingga Malaysia akan hadir di Candi Borobudur. Kehadiran mereka akan semakin mempertegas bahwa Candi Borobudur menjadi pusat tempat ibadah umat Buddha, bukan hanya bagi umat Buddha Indonesia, tapi juga umat Buddha dunia.

Hari Raya Waisak tahun ini juga menjadi simbol kebersamaan umat Buddha karena dua organisasi keagamaan Budha terbesar di Indonesia, yakni Walubi dan Permabudhi, berkomitmen merayakan Hari Raya Waisak secara bersama-sama.

Sejumlah acara peringatan Hari Raya Tri Suci Waisak 2567 BE/2023 dilaksanakan, antara lain, bakti sosial pengobatan gratis, pengambilan Api Dharma di Mrapen, Grobogan, dan Ritual pensakralan di Candi Mendut pada tanggal 2 Juni 2023.

Kemudian, pengambilan Air Berkah di Umbul Jumprit, Temanggung, dan ritual penyakralan Candi Mendut pada tanggal 3 Juni 2023. Acara kirab Waisak Candi Mendut ke Candi Borobudur, detik-detik Waisak, pradaksina Candi Borobudur, dan pelepasan lampion Waisak pada tanggal 4 Juni 2023.

Festival pelepasan lampion menjadi penutupan perayaan Waisak 2567 BE tahun 2023. Festival lampion di Borobudur ini juga bisa diikuti oleh masyarakat umum. Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) memastikan ribuan umat Buddha menghadiri dharmasanti Waisak Nasional 2023.

Terlepas dari gambaran kemeriahan perayaan, Waisak tahun ini telah menampilkan wajah asli masyarakat Indonesia yang toleran, welas asih, serta menjunjung tinggi persaudaraan, terlepas apa pun suku, ras, maupun agamanya.

Semangat persatuan dan kerukunan harus tetap dipupuk dan diperkuat, layaknya derap langkah kaki para biksu thudong yang tak pernah surut.



Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2023