Semarang (RAKYATJATENG) - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 merupakan momentum bagi calon anggota legislatif maupun pasangan calon presiden dan wakil presiden memberi contoh kepada rakyat dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.
Mereka yang berkontestasi pada pesta demokrasi, terutama saat berkampanye, seyogianya menghindari politik identitas. Hal ini mengingat Indonesia sebagai bangsa yang majemuk.
Bangsa ini terdiri atas banyak suku, agama, budaya, dan bahasa daerah yang berbeda. Oleh karena itu, antarcaleg dan antarpasangan calon tetap menjaga kerukunan dalam suasana toleransi dan persaudaraan.
Kontestan bersatu hati dalam berkampanye, tidak menonjolkan politik identitas yang berpotensi memecah belah bangsa ini.
Politik identitas menurut versi Wikipedia adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama, atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok tersebut.
Lebih baik peserta pemilu menawarkan gagasan atau ide yang mempererat kerukunan beragama dengan mengedepankan toleransi, saling pengertian, dan saling menghormati dalam pengejawantahan ajaran agama.
Oleh karena itu, narasi yang disampaikan lebih pada sikap toleransi kepada umat agama lain. Tak perlulah kontestan pemilu menonjolkan jati diri suatu kelompok, seperti etnis, suku, budaya, dan agama.
Apalagi, ketentuan berkampanye sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pada UU Pemilu Pasal 280 ayat (1), antara lain, melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Undang-Undang No. 7/2017 juga melarang peserta pemilu mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Peserta pemilu juga harus menunjukkan sikap yang mencerminkan sila "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Antarcaleg maupun antarapasangan calon harus bersikap saling menghormati, tidak perlu saling menjatuhkan hanya untuk meraih kemenangan dalam Pemilu 2024.
Meski berbeda partai politik, tetap membina hubungan baik dengan semua kontestan lain. Tak perlu tabu saling memuji program serta visi dan misi caleg atau pasangan calon lain yang memberi solusi problematik bangsa.
Pada momentum pemilu ini, caleg dan pasangan calon perlu menunjukkan kepada rakyat bahwa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Indonesia adalah lebih penting ketimbang kepentingan pribadi atau golongan.
Terkait dengan hal itu, UU Pemilu melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mereka juga tidak boleh menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat, mengganggu ketertiban umum, merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu, serta menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Disadari atau tidak, keikutsertaan mereka pada pemilu anggota legislatif (pileg) dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden (Pilpres) RI telah mengamalkan sila keempat Pancasila "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan".
Begitu pula masyarakat yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih. Kehadiran warga negara Indonesia di tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih pasangan calon dan caleg pada hari Rabu, 14 Februari 2024, menunjukkan bahwa mereka mengamalkan sila keempat Pancasila.
Kendati demikian, mereka yang akan memperebutkan kursi anggota legislatif maupun kursi presiden/wakil presiden tidak boleh memaksakan kehendak kepada pemilih dengan pelbagai cara. Apalagi, sampai melakukan praktik politik uang di tengah masa kampanye dan masa tenang (11 Februari—13 Februari 2024).
Oleh karena itu, mereka harus memberi contoh kepada rakyat dalam pengamalan sila kelima "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" dengan menghormati hak pemilih. Hal ini mengingat setiap pemilih memiliki tolok ukur ketika menentukan pilihannya terhadap caleg dan pasangan calon.
Ketika berkampanye, pasangan calon dan caleg perlu pula menunjukkan sikap adil kepada semua orang. Misalnya, tidak membeda-bedakan antara konstituen yang memberi sumbangan dana kampanye dan pendukung yang hanya hadir di arena kampanye.
Selai itu, mereka tetap mematuhi batas akhir masa kampanye, sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Menjadi Undang-Undang (UU Penetapan Perpu Pemilu).
Masa kampanye dilaksanakan sejak 25 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD sampai dimulainya masa tenang.
Sesuai dengan jadwal KPU (vide PKPU No. 10/2023), pengumuman daftar calon tetap (DCT) pemilu anggota legislatif pada hari Sabtu, 4 November 2023.
Untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dilaksanakan sejak 15 hari setelah ditetapkan pasangan calon sampai dengan dimulainya masa tenang.
Berdasarkan PKPU No. 10/2023, pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden pada tanggal 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Disebutkan dalam UU No. 7/2017 bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang penuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR RI 2019.
Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Sebagaimana diketahui bahwa pemilihan umum pada tahun 2024 terdiri atas Pemilu Presiden/Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR RI, Pemilu Anggota DPD RI, pemilu DPRD provinsi, dan pemilu DPRD kabupaten/kota. Pemilihan ini secara serentak pada hari Rabu, 14 Februari 2024.
*) D.Dj. Kliwantoro, Ketua Dewan Etik Mappilu PWI Provinsi Jawa Tengah.
Mereka yang berkontestasi pada pesta demokrasi, terutama saat berkampanye, seyogianya menghindari politik identitas. Hal ini mengingat Indonesia sebagai bangsa yang majemuk.
Bangsa ini terdiri atas banyak suku, agama, budaya, dan bahasa daerah yang berbeda. Oleh karena itu, antarcaleg dan antarpasangan calon tetap menjaga kerukunan dalam suasana toleransi dan persaudaraan.
Kontestan bersatu hati dalam berkampanye, tidak menonjolkan politik identitas yang berpotensi memecah belah bangsa ini.
Politik identitas menurut versi Wikipedia adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama, atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok tersebut.
Lebih baik peserta pemilu menawarkan gagasan atau ide yang mempererat kerukunan beragama dengan mengedepankan toleransi, saling pengertian, dan saling menghormati dalam pengejawantahan ajaran agama.
Oleh karena itu, narasi yang disampaikan lebih pada sikap toleransi kepada umat agama lain. Tak perlulah kontestan pemilu menonjolkan jati diri suatu kelompok, seperti etnis, suku, budaya, dan agama.
Apalagi, ketentuan berkampanye sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pada UU Pemilu Pasal 280 ayat (1), antara lain, melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Undang-Undang No. 7/2017 juga melarang peserta pemilu mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Peserta pemilu juga harus menunjukkan sikap yang mencerminkan sila "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Antarcaleg maupun antarapasangan calon harus bersikap saling menghormati, tidak perlu saling menjatuhkan hanya untuk meraih kemenangan dalam Pemilu 2024.
Meski berbeda partai politik, tetap membina hubungan baik dengan semua kontestan lain. Tak perlu tabu saling memuji program serta visi dan misi caleg atau pasangan calon lain yang memberi solusi problematik bangsa.
Pada momentum pemilu ini, caleg dan pasangan calon perlu menunjukkan kepada rakyat bahwa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Indonesia adalah lebih penting ketimbang kepentingan pribadi atau golongan.
Terkait dengan hal itu, UU Pemilu melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mereka juga tidak boleh menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat, mengganggu ketertiban umum, merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu, serta menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Disadari atau tidak, keikutsertaan mereka pada pemilu anggota legislatif (pileg) dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden (Pilpres) RI telah mengamalkan sila keempat Pancasila "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan".
Begitu pula masyarakat yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih. Kehadiran warga negara Indonesia di tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih pasangan calon dan caleg pada hari Rabu, 14 Februari 2024, menunjukkan bahwa mereka mengamalkan sila keempat Pancasila.
Kendati demikian, mereka yang akan memperebutkan kursi anggota legislatif maupun kursi presiden/wakil presiden tidak boleh memaksakan kehendak kepada pemilih dengan pelbagai cara. Apalagi, sampai melakukan praktik politik uang di tengah masa kampanye dan masa tenang (11 Februari—13 Februari 2024).
Oleh karena itu, mereka harus memberi contoh kepada rakyat dalam pengamalan sila kelima "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" dengan menghormati hak pemilih. Hal ini mengingat setiap pemilih memiliki tolok ukur ketika menentukan pilihannya terhadap caleg dan pasangan calon.
Ketika berkampanye, pasangan calon dan caleg perlu pula menunjukkan sikap adil kepada semua orang. Misalnya, tidak membeda-bedakan antara konstituen yang memberi sumbangan dana kampanye dan pendukung yang hanya hadir di arena kampanye.
Selai itu, mereka tetap mematuhi batas akhir masa kampanye, sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Menjadi Undang-Undang (UU Penetapan Perpu Pemilu).
Masa kampanye dilaksanakan sejak 25 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD sampai dimulainya masa tenang.
Sesuai dengan jadwal KPU (vide PKPU No. 10/2023), pengumuman daftar calon tetap (DCT) pemilu anggota legislatif pada hari Sabtu, 4 November 2023.
Untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dilaksanakan sejak 15 hari setelah ditetapkan pasangan calon sampai dengan dimulainya masa tenang.
Berdasarkan PKPU No. 10/2023, pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden pada tanggal 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Disebutkan dalam UU No. 7/2017 bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang penuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR RI 2019.
Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Sebagaimana diketahui bahwa pemilihan umum pada tahun 2024 terdiri atas Pemilu Presiden/Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR RI, Pemilu Anggota DPD RI, pemilu DPRD provinsi, dan pemilu DPRD kabupaten/kota. Pemilihan ini secara serentak pada hari Rabu, 14 Februari 2024.
*) D.Dj. Kliwantoro, Ketua Dewan Etik Mappilu PWI Provinsi Jawa Tengah.
COPYRIGHT © ANTARA 2023