Jakarta (RAKYATJATENG) - Kementerian Luar Negeri mencermati temuan sejumlah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang telah dipulangkan ke Tanah Air, tetapi kembali berangkat ke luar negeri untuk bekerja di perusahaan penipuan daring (online scams).
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Judha Nugraha mengungkapkan bahwa dari sekian banyak kasus TPPO yang ia tangani, tidak semua WNI yang dipulangkan ke Indonesia adalah korban, namun ada yang sebenarnya memang bekerja di sektor tersebut tetapi ingin mendapat fasilitas “pulang gratis” dengan mengaku sebagai korban.
“Jadi kami mencatat bahwa ada WNI yang sudah kita pulangkan tetapi kembali lagi (ke luar negeri) dan bekerja di jenis pekerjaan yang sama … contohnya yang ditangani KBRI Vientiane,” ujar Judha dalam wawancara terbatas dengan beberapa media pada Selasa (30/5).
Sementara dalam penanganan kasus TPPO di Filipina yang merupakan hasil dari razia kepolisian setempat dengan perwakilan-perwakilan asing di negara tersebut, diperoleh fakta bahwa 242 WNI yang terlibat dan diselamatkan tidak semuanya korban melainkan ada juga pihak pelaku dan penyalur.
Permasalahan dalam penanganan TPPO lintas negara ini, menurut Judha, yaitu peran para pelaku yang seringkali tidak diproses hukum sehingga mereka tidak bisa dicekal.
“Permasalahannya mereka bukan pelaku kriminal jadi tidak bisa dicekal,” ujar dia.
Baca juga: Sebanyak 26 WNI korban TPPO di wilayah konflik Myanmar kembali ke RI
Baca juga: 46 WNI korban TPPO di Myanmar dipulangkan ke Tanah Air via Soetta
Untuk itu, Kemlu mendorong korban dan keluarga korban TPPO untuk melaporkan kasus agar bisa ditindaklanjuti secara hukum oleh Bareskrim Polri, seperti yang dilakukan baru-baru ini di Bekasi, Jawa Barat.
Judha menyebut bahwa penangkapan dan penyelidikan dua tersangka yang merekrut 16 dari 25 korban TPPO di Myanmar, merupakan hasil pengembangan informasi dari pihak keluarga korban.
“Kita berharap ini jadi pola, bagi keluarga korban yang mengadukan ada anggota keluarganya yang menjadi korban online scams, mereka juga bertanggung jawab untuk melaporkan kasusnya kepada polisi supaya pihak yang memberangkatkan dari Indonesia bisa diproses hukum,” tutur dia.
Selain itu, Indonesia juga mendorong adanya penegakan hukum di negara-negara tujuan seperti Myanmar, Filipina, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand untuk menertibkan perusahaan-perusahaan online scams.
Berdasarkan data Kemlu RI, kasus TPPO meningkat signifikan dari 361 kasus pada 2021 menjadi 752 kasus pada 2022.
Selain jumlahnya yang meningkat, profil negara tujuan di mana banyak ditemukan kasus TPPO terkait online scams juga semakin beragam, khususnya di Asia Tenggara.
Baca juga: KBRI Manila repatriasi 53 WNI terindikasi korban TPPO di Filipina
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Judha Nugraha mengungkapkan bahwa dari sekian banyak kasus TPPO yang ia tangani, tidak semua WNI yang dipulangkan ke Indonesia adalah korban, namun ada yang sebenarnya memang bekerja di sektor tersebut tetapi ingin mendapat fasilitas “pulang gratis” dengan mengaku sebagai korban.
“Jadi kami mencatat bahwa ada WNI yang sudah kita pulangkan tetapi kembali lagi (ke luar negeri) dan bekerja di jenis pekerjaan yang sama … contohnya yang ditangani KBRI Vientiane,” ujar Judha dalam wawancara terbatas dengan beberapa media pada Selasa (30/5).
Sementara dalam penanganan kasus TPPO di Filipina yang merupakan hasil dari razia kepolisian setempat dengan perwakilan-perwakilan asing di negara tersebut, diperoleh fakta bahwa 242 WNI yang terlibat dan diselamatkan tidak semuanya korban melainkan ada juga pihak pelaku dan penyalur.
Permasalahan dalam penanganan TPPO lintas negara ini, menurut Judha, yaitu peran para pelaku yang seringkali tidak diproses hukum sehingga mereka tidak bisa dicekal.
“Permasalahannya mereka bukan pelaku kriminal jadi tidak bisa dicekal,” ujar dia.
Baca juga: Sebanyak 26 WNI korban TPPO di wilayah konflik Myanmar kembali ke RI
Baca juga: 46 WNI korban TPPO di Myanmar dipulangkan ke Tanah Air via Soetta
Untuk itu, Kemlu mendorong korban dan keluarga korban TPPO untuk melaporkan kasus agar bisa ditindaklanjuti secara hukum oleh Bareskrim Polri, seperti yang dilakukan baru-baru ini di Bekasi, Jawa Barat.
Judha menyebut bahwa penangkapan dan penyelidikan dua tersangka yang merekrut 16 dari 25 korban TPPO di Myanmar, merupakan hasil pengembangan informasi dari pihak keluarga korban.
“Kita berharap ini jadi pola, bagi keluarga korban yang mengadukan ada anggota keluarganya yang menjadi korban online scams, mereka juga bertanggung jawab untuk melaporkan kasusnya kepada polisi supaya pihak yang memberangkatkan dari Indonesia bisa diproses hukum,” tutur dia.
Selain itu, Indonesia juga mendorong adanya penegakan hukum di negara-negara tujuan seperti Myanmar, Filipina, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand untuk menertibkan perusahaan-perusahaan online scams.
Berdasarkan data Kemlu RI, kasus TPPO meningkat signifikan dari 361 kasus pada 2021 menjadi 752 kasus pada 2022.
Selain jumlahnya yang meningkat, profil negara tujuan di mana banyak ditemukan kasus TPPO terkait online scams juga semakin beragam, khususnya di Asia Tenggara.
Baca juga: KBRI Manila repatriasi 53 WNI terindikasi korban TPPO di Filipina
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
COPYRIGHT © ANTARA 2023