RAKYAT JATENG -- Aktivitas di internet selalu meninggalkan jejak digital. Sebaiknya jangan meninggalkan jejak digital berupa informasi yang sensitif agar tidak menjadi korban kejahatan siber.
Jejak digital yang timbul akibat aktivitas di ruang digital antara lain, riwayat pencarian, lokasi yang sering dikunjungi, foto video yang sudah diunggah atau dihapus, maupun persetujuan akses cookie.
Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Yogyakarta Nina Ulfah Nulatutadjie meminta masyarakat mewaspadai jejak digital selama beraktivitas di dunia maya. Kewaspadaan ini tentu saja untuk menghindari ancaman kejahatan siber.
“Jejak digital bisa memicu kejahatan siber,” ujar Nina dalam webinar bertema “Tips dan Trik Melindungi Diri dari Kejahatan Dunia Maya”, di Pontianak, Kalimantan Barat, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, dikutip dari Antara Minggu (30/10).
Nina mengatakan, jejak digital akan tersimpan selamanya di internet lewat ragam aktivitas yang dilakukan. Penjahat siber bisa memanfaatkannya untuk melakukan kejahatan siber.
Nina menyarankan sebaiknya tidak mengunggah data pribadi yang sensitif ke internet atau media sosial agar terhindar dari risiko ancaman kejahatan siber.
Info pribadi sensitif yang Nina maksud adalah nama-nama keluarga, alamat rumah, nomor KTP, ras, etnis, agama, riwayat kesehatan, pekerjaan, dan sejenisnya.
Selain itu, buatlah kata sandi yang rumit berupa kombinasi huruf dan angka pada perangkat gawai yang digunakan atau pada akun digital yang dimiliki.
Apabila terjadi kejahatan siber, Nina menyarankan kepada masyarakat segera melaporkan kejahatan siber tersebut ke pihak berwenang.
“Lalu, apa saja kasus yang bisa dilaporkan ke aparat berwenang? Antara lain penipuan online, pornografi, terorisme, penyadapan, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan pencurian data,” kata dia. (fajar/jawapos)