RAKYATJATENG, JAKARTA -- Pemutusan hubungan kerja atau PHK massal yang meluas menjadi ancaman di tengah krisis dan resesi global. Pemerintah diharapkan memberi kebijakan insentif untuk menahan riak gelombang PHK massal kian meluas.
Industri manufaktur di Tanah Air telah terdampak resesi global. Beberapa perusahaan telah merumahkan karyawan untuk mengurangi biaya operasional. Sebelumnya, sektor usaha rintisan atau start up sudah lebih dahulu melakukan PHK karyawan.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia M. Faisal menyebut inflasi membuat bahan baku dan biaya logistik menjadi mahal. Nilai tukar Rupiah yang rontok membuat krisis ekonomi kian parah.
Industri yang membutuhkan bahan-bahan impor seperti tekstil dan garmen pun semakin tertekan. Menurunnya permintaan global membuat kondisi perusahaan kian parah.
Faisal berharap pemerintah tidak mencabut insentif bagi sektor usaha yang belum pulih pasca diterpa Covid-19. Bahkan bila perlu, pemerintah menambah insentif agar tidak makin terpuruk karena menurunnya permintaan di pasar ekspor.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan industri sepatu dan tekstil paling tertekan akibat permintaan ekspor berkurang. Masing-masing mengalami penurunan 50 persen untuk industri sepatu dan 30 persen pada industri garmen.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Roy Jinto menyebut hari kerja sejumlah buruh mulai dikurangi. Tidak sedikit pula yang telah dirumahkan. Karyawan kontrak juga sudah mulai dilepas. (bs/fajar)