FAJAR.CO.ID -- Serikat buruh merencanakan menggelar demonstrasi, Jumat, 28 November. Bersamaan momentum Sumpah Pemuda.
Titik kumpul para buruh di DPRD Sulsel. Agendanya mendesak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), yang akan ditetapkan November nanti.
Ketua Federasi Serikat Buruh Kamiparho Makassar, Andi Kurniawan, mengatakan kenaikan UMP harus mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berdasarkan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Serta tidak PP 36/2021 tentang Pengupahan.
"Jadi ada data kami tentang KHL itu yang harus disurvei secara baik agar menjadi pertimbangan pengupahan. Apalagi, kalau dihitung-hitung KHL di Makassar tembus Rp4 jutaan," kata Kurniawan, kemarin.
Demo ini mereka sebut sebagai Sidang Rakyat. Buruh juga akan menyuarakan aspirasi menolak UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja itu. Selanjutnya ialah mendesak penurunan harga BBM.
"Puncaknya 10 November nanti di Sidang Rakyat DPR kita datangkan juga hingga 3.000-an massa untuk mengawal ini," ujarnya.
Buruh menginginkan kenaikan upah minimum di kisaran 11 sampai 15 persen. Jika pemerintah tetap memaksakan menggunakan PP 36, maka dapat dipastikan UMP Sulsel pada 2023 tidak ada kenaikan.
"Olehnya, kami mendorong perwakilan kami di dewan pengupahan kota maupun provinsi untuk tidak menggunakan aturan itu, tetapi merekomendasikan menggunakan PP 78 dengan indikator pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Itu pun kenaikannya diperkirakan masih 9 sampai 11 persen saja padahal belum dihitung dampak terhadap kenaikan BBM," tekannya.
Dampak saat ini menekan daya beli buruh. Tidak seimbang upah dengan kebutuhan. Kenaikan itu mesti diakomodasi, apalagi melihat pertumbuhan ekonomi mencapai 4 persen dan inflasi 7 persen sehingga sudah cocok usulan kenaikan itu.
Di samping itu, keseimbangan investasi dengan upah buruh mesti dijaga. Kurniawan menyebut, penting menjaga investasi, tetapi jangan juga dengan upah murah. "Tetap ada keseimbangan di situ," imbuhnya.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel Ardiles Saggaf mengatakan pertemuan lanjutan dengan berbagai pihak terkait direncanakan pada 6 November mendatang.
Sementara untuk finalisasi rapat bersama dewan pengupahan dengan kesimpulan penyampaian rekomendasi kepada gubernur tentang bahan pertimbangan untuk penetapan UMP dilaksanakan pada pekan kedua November.
"Untuk tanggal pastinya setelah menerima data BPS dari Kemenaker secara nasional," kata Ardiles.
Sikap Apindo
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Makassar Muammar Muhayang mengatakan pihaknya sendiri masih menunggu data dari BPS perihal angka pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan sebagainya sebagai acuan kenaikan upah itu.
Meski begitu, pihaknya menegaskan bahwa acuan kenaikan UMP tetap berdasarkan PP 36. Perihal permintaan kenaikan upah yang mencapai 13 persen, dirinya mengaku memaklumi itu sebagai dinamika. Apalagi, tiap tahun seperti itu kejadiannya.
Soal pertemuan selanjutnya, ia mengaku belum ada rapat kelanjutan karena masih menunggu data dari BPS itu. Apalagi, batasnya masih sampai 20 November nanti. "Itu pun masih menunggu dari pusat, Kemenaker untuk teknisnya. Selepas itu baru ke Apindo, lalu ke kabupaten/kota," katanya.
Data BPS yang dibutuhkan, seperti data inflasi dan pertumbuhan ekonomi. "Sudah pernah ada Zoom dengan Kemenaker, tetapi karena belum ada data itu jadi belum bisa dipastikan berapa kenaikannya," paparnya. (fajar)