MAKASSAR, FAJAR -- Telur infertil dijual bebas di pasaran. Terlur infertil seharusnya dibuang dan tidak boleh diperjualbelikan. Masyarakat harus tahu cara membedakan telur infertil.
Dari pantauan FAJAR telur infertil sangat mirip dengan telur ayam ras, yang membedakan warnanya yang agak keputihan. Di Pasar Tradisional Jipang Makassar, pedagang telur ayam yang enggan menyebutkan namanya mengaku sudah lama menjual jenis telur infertil ini.
Ia menyebut warna telur putih. Ia menjual sekitar 21 rak telur jenis infertil. "Tipis kulitnya. Lebih murah juga," katanya kepada FAJAR.
Dia mengaku telur tersebut didistribusi dari Kabupaten Maros. Selain itu, telur tersebut bertahan hanya selama satu pekan. "Satu rak itu Rp40 ribu, beda sama yang lain," lanjutnya.
Berbeda dengan Pedagang Telur Ayam Ras di Pasar Tradisional Hartaco. Mereka, relatif mencampur telur infertil dan telur ayam ras. Salah satu Pedagang Telur Ayam Ras yang mengaku bernama Albert, mematok harga telur ayam ras berdasarkan ukurannya dan telur tersebut ia distribusikan dari Kabupaten Sidrap.
"Beda-beda harganya, dari Rp40 ribu sampai Rp53 ribu," katanya.
Menurut Albert, saat ditanyai terkait telur infertil yang dicampur dengan telur ayam ras. Ia mengaku hal tersebut sudah biasa terjadi. "Biasa memang ada begitu (telur infertil) kulitnya yang kasi beda, tapi banyak ji tidak begitu," ungkapnya.
Begitupun dengan Annur Jaya yang menjual telur infertil dengan cara mencampurnya bersama telur ayam ras. "Harga telur bergantung ukurannya, ada Rp48 ribu," katanya.
Lebih lanjut, saat dikonfirmasi perbedaan telur infertil dan telur ayam ras, ia tidak mengetahui terkait hal tersebut. "Telur ayam ras itu, tidak tahu kenapa warna begitu," jawabnya.
Pakar Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Murtiadi Awaluddin, menyayangkan jika penjualan telur infertil masih kerap terjadi. Ia menduga hal ini karena mental penjual yang kerap kali oportunis.
Biasanya, jika melihat peluang untung, meski dengan kualitas buruk tetap saja dijual. "Ini mental yang sering kita temui. Bahkan ayam mati kemarin saja masih dijual. Memang ini masih praduga tak bersalah, tetapi berbahaya mental seperti ini," kata Murtiadi.
Walaupun dampak ekonominya sendiri seperti harga maupun produk tidak terlalu berpengaruh pasalnya masyarakat pasti sudah paham terhadap telur infertil itu. Dia justru khawatir bahan telur itu dialihkan ke pembuatan produk lain yang kemudian produk itu dijual murah.
"Saya khawatir ada pasarnya tersendiri soal ini. Apalagi kalau ada produk-produk yang berasal dari telur seperti kue dan harganya murah, dapat dicurigai," ucapnya.
Ia katakan mesti ada pengawasan dari pihak terkait hingga diberlakukan punishment supaya ada efek jera. Cuma kekhawatiran lanjutan, jelas dia, ialah akan terjadi black market atau suplai yang menciptakan pasarnya sendiri.
"Perlu adanya sweeping, ditangkap langsung oknumnya. Selain ada pengawasan, langsung tangkap tangan saja dan dihukum berat agar ada efek jera agar tidak terulang lagi," sarannya.
Ketua Departemen Gizi Universitas Hasanuddin, Dr Healthy Hidayanty SKM MKes menuturkan bahwa sebenarnya nilai gizi telur fertil dan telur infertil sama. Tidak ada perbedaan nilai gizi keduanya. "Kandungan fertil dan infertil sama, hanya saja perbedaan keduanya terletak pada masa simpan," ujarnya.
Dia menyebut bahwa waktu penyimpanan telur infertil lebih singkat dibanding telur fertil. Jadi kemungkinan besar lebih cepat rusak, "Bila rusak bisa menjadi potensi tempat berkembang biaknya bakteri, dan kalau dikonsumsi menjadi tidak aman bagi manusia," ujar dosen gizi ini.
Oleh karena daya simpan telur infertil lebih pendek sehingga lebih cepat membusuk dan saran berkembangnya bakteri karena hanya mampu bertahan selama beberapa saat.
Namun, selama telur infertil masih baik, masih bisa dikonsumsi. Selain itu, perbedaan mendasar keduanya juga ada pada adanya sperma atau tidak adanya sperma di dalam telur. (fajar)