JAKARTA, RAKYATJATENG – Konstelasi koalisi dan utak-atik duet pilpres 2024 sudah mulai ramai dipublik dan makin memanas. Diantaranya, wacana perjodohan Prabowo-Puan Maharani berhadapan dengan Airlangga Hartarto-Ganjar Pranowo.
Nama Gubernur Jawa Tengah itu muncul ke permukaan saat Waketum Golkar Nurdin Halid membuka peluang menggaet Gubernur Jawa Tengah tersebut.
Merespons hal tersebut, Peneliti LIPI Wasisto Raharjo mengatakan, pernyataan Nurdin Halid itu merespons adanya kedekatan PDIP dan Gerindra sehingga memicu Golkar untuk pasang badan terhadap Ganjar Pranowo untuk mendampingi Airlangga Hartarto apabila skenario Prabowo – Puan itu terjadi.
Wasisto juga menuturkan, Airlangga berpotensi besar menggaet Ganjar Pranowo mengingat menteri perekonomian tersebut membutuhkan pasangan yang populer untuk menaikan elektabilitasnya.
Terkait partai politik lainnya akan berkoalisi ke PDI-P atau Golkar, hal ini tergantung trend elektabilitas para calon ke depan.
“Misal Ganjar dan Prabowo bisa konsisten di posisi lima besar dan begitu pula dengan Prabowo, maka hal itu berdampak munculnya “perang bintang” dimana sebagian partai memihak ke kubu Golkar dan sebagian ke PDIP,” ujarnya.
Ia juga menduga pasangan Airlangga-Ganjar Pranowo kemungkinan akan didukung oleh Partai Demokrat dan Nasdem. Sebab, partai-partai ini bisa merapat karena didorong perlunya menyudahi dominasi PDIP yang sudah 10 tahun berkuasa.
Wasisto juga menilai peluang menang di pilpres 2024 pasangan Prabowo Subianto – Puan Maharani dan Airlangga Hartarto – Ganjar Pranowo 50:50.
Faktor yang mempengaruhi keterpilihan kedua pasangan adalah kebutuhan akan kesempatan sama sebagai formatur pemerintahan dan keinginan publik untuk memilih capres dan cawapres dari kalangan non elite.
Wasisto juga mengatakan peluang Ganjar untuk “membelot” sebenarnya menunggu momentum yang tepat. Karena itu, Ganjar dinilai tidak mau terbawa ego untuk segera pindah dari partai lain karena senantiasa menduduki 5 besar capres populer.
Selain itu, Ganjar terlihat berada di dua kaki yakni mencitrakan diri sebagai kader yang loyal pada PDIP sambil membiarkan publik mengangkat dirinya sebagai capres ideal lewat polling berbagai lembaga survei.
“Momen (Ganjar pindah) ketika Megawati sudah semakin kuat mengangkat putrinya sebagai kandidat yang diusung oleh PDIP,” ujarnya.
Karna itu, menurutnya kepindahan Ganjar akan benar-benar terealisasi sebelum masa pendaftaran kandidat dalam pilpres. Persepsi positif publik kepada Ganjar akan semakin meningkat apabila nanti ada berbagai macam sindiran peyoratif dari elit PDIP kepadanya.
“Sebenarnya persepsi positif dan negatif kembali lagi pada manuver politik yang akan diambil Ganjar nanti karena bila mengalir sendiri tanpa hanyut ke arus deras sebenarnya Ganjar sudah mendapat citra positif,” pungkas Wasisto. (JPC)