MULTIFUNGSI: Kondisi karamba apung WGM yang menjadi sumber penghidupan puluhan petani ikan air tawar. (ISTIMEWA)
WONOGIRI, RAKYATJATENG – Petani ikan karamba apung Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri memutuskan mengurangi jumlah bibit ikan. Itu guna meminimalkan kerugian kematian ikan secara masal dampak upwelling atau pembalikan massa air.
Untuk diketahui, upwelling mengakibatkan zat di dasar air naik dan menyebabkan konsentrasi oksigen berkurang. Ikan menjadi sulit bernapas dan mati.
Fenomena tersebut biasanya terjadi saat perubahan musim. Seperti musim kemarau ke musim penghujan.
“Tapi mungkin tahun ini tidak terjadi, kan masih ada hujan juga walau kemarau. Pada 2017 lalu memang dampaknya luar biasa. Sebab kemaraunya panjang. Misalnya tahun ini terjadi upwelling, dampaknya mungkin tak separah 2017,” terang Kabid Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan dan Peternakan (Dislakpernak) Wonogiri Catur Wuryaningsih, Rabu (29/9).
Data dislakpernak, terdapat 62 kelompok pembudidaya ikan di karamba apung WGM. Dinas terkait sudah berkoordinasi dengan paguyuban petani ikan karamba untuk mengantisipasi dampak upwelling.
“Salah satu cara mengantisipasi banyaknya ikan mati adalah mengurangi bibit ikan yang disebar di karamba apung,” jelasnya.
Ketua Paguyuban Pembudidaya Ikan Waduk Gajah Mungkur Nila Kencana Sugiyanto mengatakan, anggotanya sudah bersiap menghadapi upwelling.
“Populasi bibit ikan kami kurangi. Biasanya di satu petak disebar 2.000 ekor, saat ini maksimal 1.200 ekor,” tuturnya.
Pria yang akrab disapa Sugi ini mengakui, dampak upwelling pada 2017 luar biasa. Total satu ton ikan di karambanya mati. Belum lagi kelompoknya yang mengalami kerugian sekitar Rp 100 juta.
Para petani ikan karamba WGM berharap upwelling tidak terjadi lagi. Sebab, meskipin kemarau, hujan masih turun.
“Kalau kami niteni (mengingat), tahun 2017 lalu kemarau sama sekali tidak turun hujan. Nah saat hujan turun dan terjadi upwelling, ikan yang mati banyak. Semoga tahun ini tidak terjadi,” harapnya. (al/wa/dam/JPC)