BERI MASUKAN: Anggota Dewan Pendidikan Blora Singgih Hartono menyampaikan pendapat saat audiensi dengan bupati soal seragam sekolah. (SUBEKAN/RADAR KUDUS)
BLORA, RAKYATJATENG – Bupati Blora Jawa Tengah Arief Rohman akhirnya turun tangan menyelesiakan polemik seragam SMP yang dijual Rp 800 ribu. Hasilnya, dia meminta persoalan seragam sekolah dikembalikan ke orang tua murid. Pasalnya sekolah dilarang ikut campur dalam pengadaan seragam sekolah.
”Kami perintahkan ke Dinas Pendidikan, MKKS, dan seluruh kepala sekolah. Pengadaan seragam sekolah ini dikembalikan ke orang tua murid. Karena ketentuannya tidak boleh,” tegas bupati saat memimpin rapat dengan kepala Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan, MKKS, kepala sekolah, dan Ketua Komisi D DPRD Blora di kantor Dinas Pendidikan.
Bupati berharap, sekolah tidak memberatkan orang tua murid terkait biaya seragam sekolah ini. Jika sekolah sudah terlanjur mematok biaya mahal, selisihnya dikembalikan. ”Jangan memberatkan orang tua yang tidak mampu,” tegasnya.
Disinggung soal koperasi sekolah, dirinya mendukung untuk orang tua murid bisa membeli keperluan sekolah di koperasi. Pada prinsipnya, koperasi itu diperbolehkan. Kadang ada juga orang tua murid yang tidak mau ribet.
”Makanya jika selisihnya sedikit, saya kira gak masalah, biar sama. Yang penting ada komunikasi antara koperasi dan orang tua murid,” terangnya.
Pihkanya juga akan membantu murid-murid yang kurang mampu. Asalkan dalam survei benar-benar orang yang layak dibantu.
Untuk seragam batik, bupati mengajak para kepala sekolah untuk menggunakan batik lokal. Karena akan membantu sektor UMKM lokal. Pihaknya juga akan mendorong dinas membuat call center untuk aduan.
Ketua Komisi D DPRD Blora Ahmad Labib Hilmy mengaku prihatin dengan pendidikan di masa pandemi Covid-19. Persoalan seragam, sebenarnya bisa diselesaikan di sekolah selama dikoordinasikan dengan dengan baik.
Selama tidak melanggar regulasi dan dapat dipertanggungjawabkan tidak menjadi masalah. Jika ada masalah teknis, yang dinilai masih kurang mestinya dicari solusi terbaik..
”Masak iya, masalah seragam saja sampai bupati. Ketua wandik, MKKS, para ketua lainnya. Kalau permasalahan dikomunikasikan atau dikoordinasikan dengan baik tentu tak jadi persoalan,” kesalnya.
Ketua Dewan Pendidikan Blora Masugiarto menegaskan, pihaknya bukan merupakan lembaga profesional. Sehingga terkait persoalan tersebut ditindaklanjuti ke Dinas Pendidikan. Dirinya berharap persoalan ini tidak menjadi preseden buruk bagi pendidikan.
Sementara itu, Singgih hartono, anggota Dewan Pendidikan Blora yang menemukan adanya penjualan seragam menginginkan, pendidikan harus dijalankan sesuai regulasi. Sehingga dapat mewujudkan pendidikan yang optimal.
”Dalam aturan, sekolah dilarang menjual buku atau seragam dan lainnya. Ada regulasinya. Kalau itu toko sekolah yang ngurusi siapa? Bagaimana mekanisme toko di sekolah? Bagaimana pertanggungjawabanya? Ini yang perlu diluruskan,” terangnya. (ks/sub/lid/top/JPR/JPC)