Mi Ayam Instan Dilirik hingga ke Luar Negeri

  • Bagikan

BANJIR LIRIKAN: Andhi Prasetyo tengah memproduksi bahan mi ayam instan digelarnya, kemarin. (IWAN ADI LUHUNG/RADAR SOLO)

WONOGIRI, RAKYATJATENG – Bicara kuliner di Wonogiri, tak hanya dikenal dengan baksonya saja. Namun mi ayam khas Wonogiri juga jadi buah bibir masyarakat. Sejumlah warga Wonogiri pun mencoba membuat inovasi mi ayam instan yang bisa dengan mudah dimasak.

Andhi Prasetyo melihat peluang bisnis tersebut. Dia bersama ketiga rekannya yang sama-sama bekerja di Terminal Tipe A Giri Adipura Wonogiri mencoba merealisasikan ide tersebut.

Awal mula ide membikin mi ayam instan dengan merek Wonogiren itu berawal dari sebuah diskusi pinggir jalan. Melihat banyaknya kaum boro yang berlalu lalang di terminal, mereka memikirkan pekerjaan mereka di perantauan.

Banyak diantara perantau bekerja sebagai penjual mi ayam dan bakso. Banyak diantaranya yang sukses besar, tapi tak sedikit pula yang gagal. Andhi pun berpikir kenapa yang merantau bukan produknya saja? Singkatnya, keempatnya sepakat mencoba membikin mi ayam instan.

“Mi ayam kan dikenal di semua daerah. Kami akhirnya bikin ini,” ungkapnya saat ditemui di Terminal Tipe A Giri Adipura Wonogiri, Jumat (23/7), dikutip dari Jawa Pos Radar Solo.

Mereka merintis usaha itu sekitar satu setengah tahun yang lalu. Yang jadi kiblatnya adalah produk rendang instan. Jika rendang bisa dibikin produk instan, dia menilai kenapa tidak dengan mi ayam.

Butuh waktu lima bulan untuk trial and error dalam membikin produk mi ayam instan. Mulai mencari wujud mi yang sesuai untuk mi ayam dengan tekstur lebih tebal dari mi instan biasa. Perebusannya butuh waktu dua menit lebih lama daripada mi instan biasa.

Selain itu pihaknya berusaha membikin bumbu bubuk yang sesuai dengan cita rasa mi ayam Wonogiri yang gurih. Butuh belajar ekstra untuk meracik bumbu bubuk yang pas. Meski tanpa pengawet, Andhi mengklaim produk mi ayam instan ini bisa bertahan 10 bulan dalam kondisi kemasan tertutup rapat.

“Bungkusnya divakum terus ada proses sterilisasinya juga,” jelasnya.

Andhi menyadari bahwa sudah banyak raksasa mi instan yang sudah berdiri. Karena itu pihaknya pun tak mau seketika dianggap saingan berat. Mi ayam instan itu disebutnya sebagai alternatif pilihan konsumen.

“Ini juga biar Wonogiri tidak dicap sebagai daerah kering saja. Ada kreativitas anak-anak Wonogiri harus unjuk gigi,” kata Andhi.

Selama ini, kendala yang dihadapi adalah alat yang digunakan masih belum begitu modern. Sehingga terkadang api yang digunakan untuk meracik mi ayam instan ataupun cuaca, turut mempengaruhi hasil produksi. Alhasil kadang dalam quality control ada sejumlah hasil produksi yang tak digunakan. Misalnya bentuk mi yang kurang pas.

Andhi menjelaskan, pandemi juga mengganggu dalam penjualan offline. Masih minim masyarakat yang membeli mi ayam instan di toko-toko yang menyediakan produknya. Namun di penjualan online tetap jalan terus, dengan omzet saat ini kira-kira Rp 25 juta perbulannya.

Menurutnya penamaan produk Mi Ayam Wonogiren menjadi berkah tersendiri. Pasalnya, pesanan online datang dari para kaum boro di kota-kota besar, seperti Jakarta dan sekitarnya. Puncaknya saat Jakarta melakukan pembatasan aktivitas Juli-Agustus tahun lalu, pihaknya kebanjiran order.

“Sebulan waktu itu ada pesanan sampai 20.000 pcs. Mungkin karena tidak bisa pulang, ingin mi ayam, terus beli produk kita. Tombo kangen,” jelasnya.

Andhi menuturkan, pangsa pasar yang dibidik adalah kawula muda. Sebab, saat kawula muda bekerja sampai malam, dan bisa membikin mi ayam instan tanpa perlu repot. Selain itu, biasanya penjual mi ayam juga sudah menutup dagangannya saat malam hari.

Selain itu, produk mi ayam instan ini juga sudah sampai di luar negeri. Mulai dari Jepang, Taiwan, Malaysia, hingga Belanda. Terakhir kali adalah mengirim pesanan dari Mesir.

Dia meyakini, mi ayam instan punya prospek cerah di masa depan. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga luar negeri. Para pekerja migran Indonesia (PMI) adalah sasaran pasar di sana dan bisa juga memperkenalkan produk itu kepada warga negara asing.

“Di luar negeri kan tidak ada yang jual mi ayam. Itu yang saya pikir bisa punya prospek cerah,” kata Andhi. (al/nik/dam/JPC)

  • Bagikan