PPKM Darurat Diperpanjang, Pelaku Usaha Non Esensial Menjerit

  • Bagikan
Pasar Klewer Solo ditutup selama penerapan PPKM darurat. (M. IHSAN/RADAR SOLO)

SOLO, RAKYATJATENG – Rencana pemerintah memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat membuat pedagang pasar non esensial semakin menjerit. Otomatis usaha mereka bakal tutup lebih lama karena terkena konsekuensi aturan itu.

Kondisi ini membuat para pedagang makin terpuruk. Untuk menghidupi operasional harian, terpaksa mereka melakukan beragam acara agar tetap bisa bertahan.

Alamsyah, 34, salah seorang pedagang ikan hias di Pasar Depok mengatakan, selama PPKM darurat dua pekan lebih, dia sama sekali tak mendapat penghasilan. “Jualan online tidak lancar, tidak seperti teorinya. Untuk ikan pada banting harga. Soalnya pada butuh uang,” ujarnya, Selasa (20/7).

Guna menyambung hidup, warga Kecamatan Banjarsari ini terpaksa menggadaikan BPKB (buku pemilik kendaraan bermotor) kendaraannya.

“Gimana lagi, tidak ada pemasukan. Padahal pengeluaran jalan terus. Apalagi PPKM ini bebarengan dengan tahun ajaran baru anak sekolah. Anak saya dua, jadi bisa dibayangkan berapa uang yang harus keluar,” kata Alamsyah.

Bila kebijakan PPKM darurat diperpanjang, maka hampir bisa dipastikan ekonominya semakin morat-marit. Otomatis semakin lama usahanya harus tutup karena tidak masuk sektor esensial. Dampaknya dia tidak mendapat pemasukan sama sekali.

“Saya menolak kalau PPKM ini diperpanjang. Rakyat kecil sudah terpuruk makin terpuruk lagi. Mau ganti usaha tidak semudah itu, karena saat ini kondisi semakin sulit,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) Tavip Harjono. Dia mengaku keberatan bila PPKM darurat guna menekan angka laju pandemi Covid-19 ini diperpanjang. Tapi para pedagang tak bisa berbuat banyak.

“Kami sudah koordinasi dengan pemkot, sudah audiensi dengan dewan, tapi tidak ada solusi. Waktu pemberlakukan PPKM kemarin, kami minta agar penutupan jangan sampai hari ini, tapi nyatanya tidak dikabulkan. Ya sudah, mau diapakan lagi. Sebenarnya perwakilan pasar yang ditutup ingin sesekali ikut rapat pemkot terkait evaluasi harian PPKM, untuk mengetahui perkembanganya. Tapi belum diizinkan,” urai Tavip.

Tavip mengatakan, memang selama PPKM pedagang diperbolehkan datang ke kios untuk mengambil barang apabila ada yang laku ketika berjualan dari rumah. Namun itu hanya sesaat, setelah itu pembeli juga surut. Karena selama ini mereka memilih beli langsung ke kios.

“Satu sisi kami menjerit, tapi satu sisi kami hanya bisa pasrah menanti keputusan akhir seperti apa. Saya sudah setiap hari menghubungi kepala dinas (disdag) menanyakan apakah diperpanjang atau tidak. Tapi beliau belum bisa memutuskan, masih meninggu petunjuk pimpinan,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan Head Marketing Pusat Grosir Solo (PGS) Reza Gisrang. Pihaknya juga masih menanti kebijakan ke depan seperti apa agar ada kepastian bagi pedagang. “Sampai sekarang kami belum dapat informasi, masih menunggu info dari pemkot. Apapun keputusannya akan kami terima,” ujarnya.

Terkait soal apakah nanti ada kelonggaran sewa kios bagi tenant yang tutup selama PPKM darurat, Reza belum bisa menjelaskan karena masih dalam pembahasan internal manajemen. “Kalau roda perekonomian berhenti, misal pe rhari saja kami asumsikan Rp 1 miliar untuk semua tenant, berarti tinggal dikalikan selama penutupan berlangsung sudah rugi berapa,” ujarnya

Direktur Beteng Trade Center Henry Poerwanto juga memilih menunggu apa yang menjadi aturan dari pemerintah. Mereka sepakat mengikuti kebijakan itu. Soal dampak pada tenant, dia mengaku sudah memikirkan bersama internal manajemen.

“Yang jelas pasti ada kompensasi, jadi kepada para tenant tenang saja. Kami tidak tutup mata. Untuk besarannya berapa akan kami umumkan setelah kembali beroperasi,” ujarnya. (atn/bun/ria/JPC)

  • Bagikan