Mewujudkan Kedaulatan Pemilih melalui Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan

  • Bagikan

Oleh: Andi Rannu

(Komisioner KPU Polewali Mandar)

HADIRNYA pemilih yang mandiri dan rasional merupakan ukuran kualitas demokrasi di suatu negara.

Salah satu indikatornya adalah pemilih tidak lagi berorientasi pada kepentingan jangka pendek dalam menentukan pilihan politiknya.

Sebaliknya, aspek kompetensi dan integritas kandidat maupun partai politik untuk mengelola pemerintahan menjadi alasan utamanya dalam menentukan pilihan politik.

Karena itu, uang, kekuasan atau pula kompensasi politik individual dan berbagai kepentingan politik jangka pendek lainnya tentu saja bukan lagi orientasi bagi pemilih yang telah mandiri dan rasional.

Sebuah pemerintahan yang demokratis, menurut Robert A. Dahl, akan menunjukkan kadar partisipasi rakyat yang tinggi, baik dalam memilih pejabat publik, mengawasi perilakunya, hingga menentukan arah kebijakan publik.

Dengan demikian, kadar demokrasi suatu negara dapat ditentukan oleh dua hal, pertama, seberapa besar peranan masyarakat dalam menetukan arah kebijakan publik.

Penentuan atau memengaruhi kebijakan publik dalam literatur ilmu politik dapat dilakukan melalui mekanisme partisipasi yang salah satunya melalui mekanisme pemilihan pejabat publik (kepala daerah) secara langsung, sehingga warga negara dapat memilih secara langsung calon-calon yang dinilai oleh mereka sebagai individu yang dapat menangkap, mengapresiasi, hingga mengimplementasi aspirasi mereka ketika calon-calon ini telah menjadi pejabat publik.

Kedua,seberapa besar peranan warga negara dalam menentukan siapa di antara mereka yang dijadikan pejabat publik. Pemilihan kepala daerah (pejabat publik) secara langsung oleh rakyat pemilih menunjukkan semkain tingginya kadar demokrasi di negara ini. (Leo Agustino dalam Silalahi, 13:2020)

Pemilu atau pemilihan umum sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu, memang diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat, yang dilakukan salah satunya dalam bentuk pendidikan politik bagi pemilih.

Dengan ketentuan, bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas dan mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pemilu yang aman, damai, tertib dan lancar.

Selain dalam rangka melahirkan pemilih yang mandiri dan rasional, pendidikan pemilih juga dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang kepemiluan.
Sikap peduli pemilu dan pemilihan diharapkan menumbuhkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan masyarakat tentang Pemilu dan Pemilihan dalam rangka memperkuat basis penerimaan, dukungan, partisipasi dan kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme pemilu sebagai instrumen utama sistem politik demokrasi.

Pemilih diharapkan tahu bagaimana harus bersikap dan berpartisipasi aktif dalam sebuah proses politik. Tak hanya sekadar aktif berpartisipasi di saat pemungutan suara, tetapi juga aktif pada seluruh tahapan Pemilu dan pemilihan di berbagai level.

Dan ini dimulai dari desa yang merupakan tingkatan sosial warga dari yang paling kecil. Sebab bila tingkatan sosial kecil ini sudah mampu mandiri dan rasional (melek) dalam konteks politik, diharapkan akan memberikan dampak bagi tingkatan sosial yang lebih besar, sehingga partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam hal Pemilu dan Pemilihan secara mandiri dan rasional dapat dicapai.

Bercermin pada sejumlah penelitian dan survei, juga seringkali menemukan desa dan masyarakatnya relatif tidak lebih kritis dari masyarakat perkotaan dalam konteks pelaksanaan demokrasi.

Dalam tulisannya, Mujani, Liddle, & Ambardhi (2018) memperlihatkan bahwa secara umum masyarakat Indonesia mendukung demokrasi, dengan penekanan masyarakat perkotaan lebih kritis terhadap jalannya demokrasi dibanding masyarakat di perdesaan.

Salah satu faktor yang melatarbelakanginya adalah tingkat pendidikan masyarakat perkotaan cenderung lebih tinggi dibanding masyarakat perdesaan sehingga cenderung lebih kritis. (Ichwanuddin, Wawan & Sarah Nuraini Siregar (ed), 2020:130-131)

Menyadari pentingnya mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam Pemilu maupun Pemilihan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggagas pelaksanaan Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan yang salah satu tujuannya adalah guna membangun kesadaran politik masyarakat agar menjadi pemilih yang berdaulat.

Selain itu, juga dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas partisipasi pemilih, mengedukasi masyarakat dalam memfilter informasi sehingga tidak mudah termakan isu hoaks, menghindarkan masyarakat pada praktik politik uang yang sering terjadi menjelang Pemilu dan Pemilihan, dan tak kalah pentingnya yang sekaligus dapat dilihat sebagai bentuk nyata dari kegiatan ini, adalah pembentukan kader yang mampu menjadi penggerak dan penggugah kesadaran politik masyarakat.

Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan yang kini tengah dijalankan KPU RI bersama KPU Provinsi dan KPU Kabupaten di sejumlah desa yang menjadi lokus pelaksanaan kegiatan ini di seluruh wilayah tanah air tentu saja menemukan momentumnya dalam menatap pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak di Tahun 2024 mendatang pasca Pilkada Serentak 2020 lalu.
Sebab upaya mewujudkan sebuah desa menjadi desa yang peduli Pemilu dan Pemilihan telah mesyaratkan ukuran keberhasilan pelaksanaannya tak hanya secara kuantitatif berupa angka partisipasi pada Pemilu dan Pemilihan di berbagai level, melainkan juga secara kualitatif berupa kesadaran masyarakat (desa) dalam mengedepankan kemandirian dan rasionalitasnya dalam mengikuti Pemilu dan Pemilihan.

Yakni dengan secara sadar berani menolak adanya politik uang, mampu memfilter informasi yang berbau hoaks dan ujaran kebencian, menghindari politisasi SARA, serta tidak bersedia diintervensi oleh kepentingan tertentu. Dengan kata lain, masyarakat harus berdaulat atas pilihan politiknya sendiri. (*)

  • Bagikan