KUDUS, RAKYATJATENG - Keputusan Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menutup sejumlah pasar tiban atau pasar dadakan berdampak pada menurunnya permintaan kedelai impor karena para produsen tahu dan tempe juga mengurangi kapasitas produksinya menyesuaikan permintaan.
"Sejak adanya penutupan pasar dadakan, permintaan tahu dan tempe di pasaran juga menurun sehingga berdampak pada permintaan kedelai impor," kata Manajer Primer Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Primkopti) Kabupaten Kudus Amar Ma'ruf di Kudus, Senin (31/5/2021).
Ia mencatat sejak adanya lonjakan kasus penyakit COVID-19 ditambah keputusan penutupan pasar, sejumlah pengusaha tahu dan tempe mulai mengurangi produksinya.
Hal itu, katanya, bisa dilihat dari permintaan kedelai impor rata-rata per hari selama beberapa hari terakhir menurun menjadi antara 10-15 ton. Sedangkan sebelumnya bisa mencapai 30 ton per hari.
Harga jual kedelai impor saat ini juga mulai turun dari harga jual sebelumnya Rp10.750 per kilogram, kini turun menjadi Rp10.600/kg.
"Daya beli masyarakat diperkirakan juga mulai turun sehingga para produsen tahu dan tempe juga harus mengurangi produksinya," ujarnya.
Ia juga mulai mengurangi stok kedelai di gudang karena khawatir terjadi perubahan harga serta antisipasi penurunan permintaan kedelai impor. Sedangkan stok kedelai impor saat ini hanya berkisar 30-an ton.
Kalaupun ada lonjakan permintaan, pihaknya juga masih bisa mendatangkan tambahan stok kedelai impor.
Sementara jumlah pengusaha tahu dan tempe di Kabupaten Kudus diperkirakan mencapai 300-an pengusaha yang tersebar di sejumlah kecamatan, seperti Kecamatan Kota, Jekulo, Kaliwungu, Dawe, Bae, Gebog, Undaan, Mejobo dan Jati. (Antara)