SRAGEN, RAKYATJATENG – Para pembuat tahu mulai putus asa dengan naiknya harga kedelai di pasaran. Seluruh produsen tahu di Kampung Teguhan, Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan Sragen kota akhirnya memutuskan berhenti produksi sampai harga di pasaran pulih.
Produksi tahu di Kampung Teguhan sudah berhenti selama dua hari sejak Selasa (24/5). Mereka mengaku tidak mampu berproduksi dengan beban bahan baku yang terus melonjak. Terutama bagi para pembuat tahu dengan modal kecil, mereka sudah tidak mampu menyiasati harga.
Salah satu produsen tahu asal Kampung Teguhan Suwarno, 39, menyampaikan, setidaknya ada 56 pengusaha tahu di kampung tersebut. Kemudian, ada 70 lokasi tempat pembuatan tahu. Namun seluruhnya terdampak dengan melonjaknya harga kedelai yang tinggi.
”Semua produsen di sini tak mampu lagi menyiasati harga kedelai impor yang semakin hari semakin melambung tinggi dan ongkos produksi untuk membayar karyawan. Selain itu, harga minyak goreng mulai ikut naik, biaya operasional juga sudah tinggi,” papar dia.
Bahkan, lanjut dia, pergerakan kenaikan harga kedelai impor saat ini sudah tak wajar. Sehingga untuk sementara dilakukan penutupan pabrik tahu di Sragen.
”Harga kedelai Rp 11 ribu per kg dan minyak goreng Rp 15 ribu. Padahal di sini setiap hari bisa memproduksi tahu dengan menghabiskan 1 kwintal kedelai. Awal tahun lalu harga kedelai masih sekitar Rp 7 ribu,” keluhnya.
Imbas berhentinya produksi tahu ini berdampak panjang. Lantaran para produsen juga terpaksa meliburkan tiga sampai lima orang karyawan untuk satu unit usaha. Padahal ada 70 unit usaha di kampung tersebut.
Selain itu, sektor lain seperti peternakan yang menampung limbah pabrik juga terdampak karena kekurangan ampas tahu. Demikian juga usaha sekam atau brambut yang digunakan untuk salah satu bahan bakar pembuatan tahu.
“Itu belum merambah ke sektor yang lebih luas, seperti dampak bagi pedagang tahu di pasar maupun konsumen,” beber Suwarno.
Menurut dia, saat ini sejumlah konsumen mulai kebingungan mencari tahu di pasaran yang mulai sulit didapatkan. ”Kemarin kita masih bisa mengubah potongan tahu agak kecil. Namun lama-lama bahan baku udah naik lagi. Tidak mungkin kalau kita mau motong tahu lagi dan kasihan konsumen. Konsumen enggak mau kalau ukuran tahu diperkecil,” ujarnya.
Para pengusaha tahu di Teguhan sangat berharap pada pemerintah pusat agar segera menangani masalah serius ini. ”Sebelumnya pemerintah sudah kemari, tapi tidak ada solusi sampai saat ini,” ucap dia.
Pengusaha tahu senior Hadi Widodo, 71, menilai harga kedelai saat ini sudah tidak wajar. Jika dulu masih bisa menyiasati dengan mengurangi ukuran, namun saat ini tidak mungkin diperkecil untuk dijual ke pasar.
”Kalau zaman dulu meskipun harga kedelai mahal masih bisa produksi. Tapi sekarang ini tidak bisa produksi. Dulu satu petak bisa jadi 100 potong, karena naik bahan baku dijadikan 110 untuk menutup harga. Tapi sekarang naik enggak aturan begini dan enggak mungkin motong ukuran tahu lagi,” keluhnya. (rs/din/per/JPR/JPC)