Pakar Terorisme: Karakteristik Kasus Serangan di Mabes Polri Sama dengan di Solo

  • Bagikan
Ilustrasi (JawaPos.com)

SOLO, RAKYATJATENG – Pakar terorisme Amir Machmud menyatakan, kasus serangan terorisme di Markas Besar (Mabes) Polri karateristiknya serupa dengan bom bunuh diri di Mapolresta Surakarta pada 2016. Aksi ini dinilai merupakan wujud kebencian mereka terhadap institusi kepolisian dan pemerintahan.

“Karateristik keduanya sama. Para terduga teroris ini bergerak sendiri atau lone wolf. Tujuan mereka pasti jelas menebar teror, dan sasaranya masih sama, yaitu aparat kepolisian,” kata Amir.

Ditambahkan Amir, para pelaku teror ini pasti sudah membaca situasi markas kepolisian, sehingga mereka tahu di mana celah bisa masuk ke markas. Namun, ini bukan berarti pengawasan di kepolisian lemah.

“Karena yang namanya markas kepolisian itu adalah lokasi pelayanan masyarakat. Kemudian polisi juga manusia, pasti memiliki capek. Jadi dalam hal ini bukan kecolongan. Ibarat maling, pasti lebih pintar dari satpam,” jelas Amir.

Dalam rangkaian aksi teror ini, lanjut Amir, sebenarnya dia sudah memprediksi di mana pasca aksi bom bunuh diri di Makassar bakal ada aksi susulan di objek vital lain. Di sini sebenarnya polisi sudah berupaya mencegah lebih awal.

“Namun seperti yang kita tahu, setahun ini Polri fokus membantu pemerintah dalam upaya menanggulangi penyeran virus corona,” lanjut Amir.

Tapi Amir mengapresiasi pascakasus bom Makassar, Densus 88 Mabes Polri bergerak cepat dengan mengungkap jaringannya. Sejumlah orang yang dicurigai terlibat langsung diamankan. Kemudian ditemukan pula bahan peledak dalam jumlah yang banyak.

“Coba kalau itu tidak terungkap, akan ada kejadian ke depan dengan ledakan yang lebih besar,” urai Amir.

Amir juga menyoroti ZA, di mana dari umur, terduga pelaku kasus terorisme ini masih muda. Namun dengan mudah terpapar paham radikal. Cara terpaparnya bisa lewat pergaulan, bisa juga lewat media sosial. Ini membuktikan kalau paham-paham radikal ini proses penyebaranya mengikuti perkembangan zaman.

“Penyebabnya bisa banyak. Bisa karena faktor ekonomi, ada pula memang ada rasa kekecewaan terhadap pemerintah,” imbuh Amir.

Karena itu, perlu adanya pengawasan yang dilakukan masyarakat. Apabila ada tetangga hingga keluarga yang dicurigai terpapar paham-paham radikal, untuk segera melaporkan pada yang berwenang untuk ditindaklanjuti. (rs/atn/per/JPR/JPC)

  • Bagikan