Intensitas Hujan Tinggi, Empat Kecamatan di Kudus Terendam Banjir

  • Bagikan
SEPERTI SUNGAI: Luapan air dari sungai Dawe menggenangi Jalur Pantura di Mejobo, Kudus, sehingga mengganggu pengguna jalan kemarin. (DONNY SEYTAWAN/RADAR KUDUS)

KUDUS, RAKYATJATENG – Intensitas hujan yang tinggi membuat sejumlah daerah di Pati Raya mengalami banjir. Di Kudus, bahkan terjadi di empat kecamatan kemarin pagi. Yakni di Kecamatan Jati, Mejobo, Kaliwungu, dan Bae. Hal ini membuat ratusan rumah terdampak.

Dari pantauan Jawa Pos Radar Kudus, di Kecamatan Mejobo banjir di antaranya terjadi di perempatan Mejobo. Air hingga menggenangi ruas Jalur Pantura dan gang-gang masuk desa. Baik menuju Desa Mejobo, Kesambi, maupun Golantepus. Sejumlah pengendara jalan nekat menerjang genangan air di jalan tersebut. Dampaknya, ada beberapa sepeda motor dan mobil mogok.

Di Desa Kesambi, air menggenangi perkampungan di Jembatan X. Limpasan air dari sungai Piji sempat masuk ke rumah warga. Di Kecamatan Mejobo, ada empat desa yang terdampak. Yakni, Desa Mejobo, Kesambi, Golantepus, dan Temulus.

Salah satu warga RT 1/RW 11 Desa Kesambi Sahal menyatakan, air sungai Piji sempat masuk rumah warga pada pukul 03.30 kemarin. Ketinggian air di depan rumahnya 30 sentimeter. ”Pukul 07.00 air di dalam rumah surut,” katanya.

Sementara itu, Trantib Satpol PP Kecamatan Mejobo Munaji menyatakan, pihaknya telah memantau empat desa di Kecamatan Mejobo yang banjir. ”Beberapa tanggul di Jembatan III hingga X memang ada yang bocor, sehingga air meluap. Air paling tinggi pada Senin sore. Tadi pagi (kemarin pagi, Red) sekitar pukul 07.00 air surut,” terangnya.

Di empat desa itu, total ada sekitar 600 rumah yang terdampak banjir. Paling parah terjadi di Desa Temulus. Ketinggian airnya bervariasi. Antara 30-80 sentimeter.

Camat Mejobo Muhammad Fitrianto mengatakan, dari data ada 10 rumah di Desa Golantepus yang kemasukan air. Sedangkan di Desa Temulus ada 15 rumah. Tapi rumah yang halamannya ikut tergenang totalnya mencapai 600 rumah. Ketinggian bervariasi. Antara 20-30 sentimeter di dalam rumag. Namun, sampai kemarin tidak ada warga yang mengungsi. ”Air berangsur surut saat hujan reda,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Pelaksana Tugas Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus Budi menuturkan, banjir di Kudus hampir merata. Ini karena intensitas hujan yang tinggi. Berikabat sungai Piji dan Dawe penuh, hingga meluap ke permukiman. ”Tanggul sungai Piji di Desa Hadiwarno dan Kesambi terjadi rembesan. Perlu penguatan,” terangnya.

Sementara di Kecamatan Jati, banjir terjadi di Desa Jati Wetan dan Tanjung Karang. Ratusan rumah tergenang air. Namun, tidak ada warga yang mengungsi. ”Agar air cepat surut, kami membuang dengan pompa polder ke sungai Wulan,” imbuhnya.

Di Kecamatan Bae, di antara yang terendam Desa Ngembalrejo. Sungai Nolo dan Dawe meluap. Akibatnya, empat RT di RW 4, Dukuh Kauman, terendam. Yakni RT 5, 6, 7, dan 8.

Air mulai masuk ke permukiman sejak kemarin menjelang subuh. Terus meninggi seiring dengan hujan yang masih mengguyur hingga siang. Bahkan, di beberapa titik ketinggian air mencapai lutut. Dan masuk ke beberapa rumah warga.

Anak-anak justru bermain di air banjir. Mereka berenang dan bermain sepeda dan motoran.

Kepala Desa Ngembalrejo Muhammad Zakaria menyampaikan, banjir ini akibat hujan deras yang cukup lama. Membuat debit air sungai Nolo dan Dawe tinggi hingga meluap. Terlebih, area tersebut menjadi titik pertemuan dua sungai.

”Memang (banjir) langganan tiap tahun. Pihak desa selalu siaga menyiapkan pengungsian di balai desa. Kami siapkan alat-alat evakuasi, seperti perahu karet,” jelasnya.

Tetapi sejauh ini belum ada warga mengungsi. Mengingat biasanya air segera surut. ”Biasanya 3-4 jam sudah surut,” tuturnya. Namun jika hujan masih mengguyur dan tak kunjung surut, dia mengimbau agar warga siaga. Sementara pihak desa juga berkoordinasi dengan kecamatan, BPBD, dan pihak-pihak terkait guna antisipasi segala kemungkinan.

Zakaria berharap, ada normalisasi sungai Nolo dan Dawe, karena semakin dangkal. ”Kami sudah menyurati BBWS Pemali Juana dan PSDA, agar ada normalisasi,” ujarnya.

Sementara itu, Camat Bae Mintoro saat memantau banjir kemarin menuturkan, jika perlu ada tindakan agar sirkulasi air di dua sungai itu tak cepat meluber. Baik dengan normalisasi atau membagi aliran air. ”Air dari barat dan selatan mengarah ke sini semua. Air dari Desa Karangbener dan Gondangmanis larinya air ke sini. Jadi air cepat meluap,” ungkapnya.

Di Jepara, hujan deras mengakibatkan sungai Sengon di Desa Ketilengsingolelo, Welahan, meluap. Tiga RT terendam. Saat koran ini ke lokasi, ketinggian air 15 sentimeter hingga 20 sentimeter.

Air sempat masuk empat rumah dan menggenangi sejumlah rumah lain tergenang di bagian teras dan belakang rumah. ”Air meluap sejak kemarin malam (Senin malam, Red) sekitar pukul 03.00,” ujar Syakur, warga yang sebagian rumahnya terendam.

Perangkat Desa Ketilengsingolelo Maskuri mengatakan, banjir kali ini tak terlalu parah. Sejak banjir besar pada 2014, desa ini kerap dilanda luapan sungai Sengon. ”Namun skalanya rendah. Ketinggian air tak begitu tinggi. Kalau cuaca cerah, langsung surut,” terangnya.

Dia menyebutkan, ada tiga RT di Desa Ketilengsingolelo yang terendam, RT 2, RT 3, dan RT 4. ”Tapi air tak sampai masuk ke rumah. Yang kemasukan air hanya empat rumah di RT 4,” katanya.

Sementara itu, banjir bandang terjadi di Kecamatan Banjarejo, Blora. Air berasal dari sungai Kedungbandang. Setidaknya 50-an rumah tersapu arus dan beberapa rumah rusak sedang.

Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Blora Agung Tri mengungkapkan, ketinggian banjir rata-rata sekitar 50 hingga 150 cm. Beruntung, banjir hanya terjadi dalam tempo relatif singkat. Hanya dua jam.

”Banjir bandang melewati permukiman Dusun Jurangrejo, Desa Sidomulyo, akibat sungai Kedungbandang meluap,” katanya.

Setidaknya ada lima rumah yang mengalami kerusakan sedang. Antara lain dinding rumah bagian depan dan samping jebol serta perkakas rumah tangga hanyut. Selain itu, surat-surat penting yang dimiliki ikut terbawa arus.

Agung memaparkan, dua jembatan kayu dengan lebar 2 meter dan panjang 12 meter juga turut hanyut. Usai banjir, warga bersama forkompimcam serta unsur lain kerja bakti membersihkan dan memperbaiki rumah yang rusak.

BPBD juga langsung melakukan asesmen, pendataan, serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat wilayah terdampak banjir bandang. Termasuk mendistribusikan logistik kebutuhan dasar bagi warga yang rumahnya rusak. ”Kami juga berkoordinasi dengan lintas sektor terkait penanganan tindak lanjut,” imbuhnya.

Dengan terjadinya banjir ini, setidaknya sudah dua kali Kota Sate terkena banjir. Pertama, pada 9 Januari di Kecamatan Cepu dan Sambong. Beruntung cepat surut. (ks/gal/ful/lin/top/JPR/JPC)

  • Bagikan