Peluang Bonus Demografi untuk Angkatan Kerja Berkualitas

  • Bagikan
Dra. Rosarita Niken Widiastuti, M.Si (Staf Khusus Kemenkominfo Bidang IKP, Transformasi Digital, dan Hubungan Antar Lembaga), menjadi salah satu pembicara dalam diskusi bertema Menyiapkan Aset SDM yang Mendukung Kebangkitan Dunia Usaha di Era Pandemi di Jakarta, Senin, 30 November 2020. Hadir dua narasumber lainnya yaitu Dr. Ir. Hariyadi BS. Sukamdani, MM (Ketua Umum APINDO dan Ketua Umum PHRI), Anwar Sanusi, Ph.D (Sekretaris Jenderal Kemnaker RI).

JAKARTA, RAKYATJATENG- Menuju perubahan Industri ke 4.0, Indonesia memiliki keuntungan dengan bonus demografi angkatan kerja hingga tahun 2045. Persentase usia 16 - 25 tahun yang dimiliki diperkirakan mencapai 25 persen.

“Bonus demografi pada saat yang bersamaan ada yang namanya revolusi industri. Dan bonus demografi ini harus dimanfaatkan betul agar sumber daya manusia Indonesia memiliki daya saing yang tinggi,” ujar Anwar Sanusi, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan dalam Webinar KPCPEN dengan tema ‘Menyiapkan Aset SDM yang Siap Mendukung Kebangkitan Dunia Usaha di Era Pandemi’, Senin (30/11/2020).

Dikatakan Anwar, keuntungan ini bisa menjadi sebaliknya, jika Indonesia tidak menyiapkan perubahan ke industri 4.0 yang banyak berfokus pada digitalisasi dan otomatisasi. “Di dalam masyarakat terdigital ini, new business model harus kita lakukan, kurikulum harus kita lakukan pembenahan, program pelatihan juga sama, skema sertifikasi juga sama.”

Karena itu menurut Anwar, sejalan dengan semangat perubahan menuju industri ke 4.0, UU Cipta Kerja telah mengakomodirnya dengan upah berbasis jam kerja. “Job transformation, bekerja dimana saja dan kapan saja sudah ada di UU Cipta Kerja,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum DPN Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Hariyadi B. Sukamdani dalam forum yang sama mengatakan, ada risiko yang harus diantisipasi dengan bonus demografi ini terkait industri 4.0. “ Jumlah pekerja sangat signifikan sekitar 60 persen di sektor manufaktur bahan pangan. Organisasi Buruh Dunia atau ILO juga memperkirakan 60 persen untuk sektor otomotif, dan kedua akan terkena dampak yang cukup signifikan,” jelasnya.

Dengan kondisi ini, Hariyadi berharap bahwa perusahaan-perusahaan mau berinvestasi pada karyawannya dengan memberikan pelatihan formal. Sehingga tantangan digitalisasi di masa depan dapat diserap oleh para karyawan.

“World Bank menyampaikan di Indonesia hanya 4,7 persen perusahaan yang memberikan pelatihan formal. Ini persoalannya di masalah anggaran,” jelas Hariyadi menyayangkan.

Dia berharap dengan situasi dan kondisi yang ada, pemerintah dapat fokus untuk memanfaatkan program pemagangan serta Balai Latihan Kerja (BLK) agar para SDM siap masuk ke dunia usaha dengan beragam keterampilan.

“Kami melihat bahwa pemerintah telah memiliki banyak sekali sarana dan prasarana bahkan gedung dan sebagainya, tapi memang kurang teroptimalisasi. Kita berharap ke depan BLK ini bisa menjadi sarana kita untuk memicu keterampilan dari tenaga kerja kita,” pungkasnya. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version