SEMARANG, RAKYATJATENG - Relokasi pabrik dari Jawa Barat dan DKI Jakarta diyakini menjadi faktor penopang gairah industri manufaktur di Jawa Tengah.
Tak dipungkiri, pandemi Covid-19 telah mengguncang perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Soekowardojo, dalam Forum Diskusi Ekonomi yang diselenggarakan pada Senin (26/10/2020).
Dalam forum tersebut, Soekowardojo juga mengungkapkan bahwa di masa pandemi ini muncul beberapa sektor usaha yang potensial.
Sektor farmasi, produk kopi dan olahannya, furniture, serta garmen menjadi beberapa sektor usaha yang menurutnya perlu dipertimbangkan kembali. Pasalnya, diperlukan langkah yang strategis untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi 2023 yang diharapkan berada di angka 7 persen.
Meskipun sejak Maret lalu pemulihan ekonomi secara global sudah mulai terlihat, namun akselerasinya masih lambat dan tidak bisa dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Hal ini diungkapkan oleh Iss Savitri Hafid, Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan BI Jateng.
Savitri juga berpendapat bahwa perang dagang AS-China mesti dilihat sebagai suatu peluang. “Adanya relokasi pabrik dari Amerika Serikat [ke Jawa Tengah] dapat mendorong kegiatan investasi dan ekspor di Jawa Tengah,” ungkapnya.
Tak hanya menggantungkan nasib dari investor mancanegara,Jawa Tengah juga memiliki peluang untuk menampung relokasi pabrik-pabrik dari Jawa Barat dan DKI Jakarta.
“Di Jawa Tengah, [sektor industri] tekstil kian menarik, karena UMR [Upah Minimum Regional] Jawa Barat dan DKI yang melambung,” demikian ungkap Wakil Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman (SRITEX), Iwan Kurniawan Lukminto.
Iwan menungkapkan bahwa memang, di masa pandemi seperti sekarang ini, industri tekstil juga ikut mengalami kesulitan. “Khususnya untuk akses bahan baku, karena nilai impor bahan baku kita cukup banyak. Dengan adanya lockdown [di beberapa negara, imbasnya ikut] menghambat distribusi bahan baku,” jelasnya.
Namun, Iwan juga menjelaskan bahwa industri tekstil sendiri merupakan penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Selain itu, sektor industri ini juga padat karya. Sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Iwan mencatat bahwa secara nasional, industri tekstil telah mempekerjakan kurang lebih 3 juta pekerja.
"Dengan adanya pengembangan kawasan industri di Jawa Tengah. Ini sangat memberikan sinyal positif bagi [perkembangan] industri tekstil," ungkapnya.
Diperlukan kerjasama dan sinergi antar lembaga untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi di masa pandemi seperti sekarang ini. Tak hanya pelaku industri, tapi juga stakeholder lainnya, termasuk Bank Indonesia. Oleh karena itu, Savitri mengungkapkan bahwa Bank Indonesia akan tetap berkomitmen untuk mendorong pemulihan ekonomi ini.
“Untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi, BI akan terus membuat sinergi [antar lembaga] dan ekspansi moneter,” ungkapnya. (bisnis)