KUDUS, RAKYATJATENG - Bagi sebagian orang tak asing dengan bubur asyuro. Tak heran menjelang 10 Muharam atau Suro, warga membikin makanan dari delapan bahan dan aneka rempah.
Bubur Asyura sudah tersaji di atas samir (daun pisang yang dibentuk bulat). Perewang (pembuat bubur) bersiap membagikan ke warga sekitar Menara Kudus. Total ada 1.050 porsi. Rinciannya 750 samir dan 300 takir.
Bubur asyuro berbeda dari bubur pada umumnya. Tak heran pembuatannya cukup rumit dengan berbagai bahan dan rempah.
Untuk membuat bubur ini, warga harus menyiapkan berbagai bahan. Mulai dari jagung, kedelai, beras, ketela, kacang tolo, pisang, kacang hijau, dan kacang tanah.
Sementara untuk bumbu gulainya dari kapulaga, bawang merah, bawang putih, garam, kayu manis, serai, cengkih, lengkuas, daun salam, kemiri, jahe, kunyit, ketumbar, jinten, gula jawa, dan kelapa.
Perewang memulai membuat bubur satu ini pukul 05.00. Mula-mula, sembilan bahan dna rempah dimasak hingga tiga jam. Selam tiga jam itu, perawang tidak boleh berhenti mengaduk.
Salah satu perewang yang bertugas mengaduk bubur Siti Munawaroh menerangkan, kalau sudah agak lengket tandanya matang.
”Yang mengaduk tidak bisa bergantian. Selama tiga jam tidak boleh berhenti. Memang sejak dulu hingga sekarang seperti itu. Jadi tekniknya masih diterapkan hingga sekarang. Satu adukan lima kilogram,” terang Siti yang sudah menjadi perewang selama tujuh tahun.
Perewang dapur Muflichah menjelaskan, tahun ini ada enam kawah bubur. Satu kawah ada lima kilogram beras, seperempat kilogram kacang-kacangan, santan, garam secukupnya, serai kira-kira tiga batang, kayu manis kurang lebih satu kilan, daun pandang lima lembar, bumbu gulai setengah ons.
”Lima kawah bisa menjadi 750 samir. Sedangkan satu kawah untuk 300 takir,” katanya.
Setelah jadi, bubur ditata di takir dan samir. Setelah itu diberi pelengkap seperti tahu dan tempe, udang, irisan telur dadar, teri, kecambah, jeruk bali, bulatan daging yang digoreng, dan cabe merah sebagai garnish.
Muflichah menerangkan, bulatan daging ada bumbunya sendiri. Yakni kelapa, daging, gandum, dicampur dengan gula merah, dan ditambah daun jeruk. Setelah semua bahan dicampur, dibentuk bulat-bulat kecil kemudian digoreng hingga matang.
”Untuk topingnya ada sembilan jenis. Setelah siap ditata, untuk yang samir dibagikan pada panitia, masyarakat sekitar Desa Kauman, para ulama, dan untuk takir untuk ber-janjenan. Putra maupun putri,” terangnya. (ks/san/mal/top/JPR/JPC)