REMBANG, RAKYATJATENG - Warga Desa Pranti, Kecamatan Sulang, Rembang, Jawa Tengah, paling parah dilanda kekeringan. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa menyaring air sungai yang keruh.
Warga harus naik turun kali Sengon. Lokasinya terjal. Berkelok-kelok, tanahnya ada yang gembur dan padat. Beruntung jaraknya dekat dengan kediaman mereka. Sehinga sehari-hari mereka ngangsu air.
Warga ada yang membawa jerigen. Dipikul. Dua jerigen kanan dan kiri. Ini harus menjaga keseimbangan. Sedikit lengah bisa terpeleset.
Padahal warga yang mencari air minimal lima kali ngangsu. Jika ditotal 10 kali naik turun sungai desa setempat. Ini setiap tahun dirasakan mereka. Desa di wilayah Rembang selatan ini langganan kesulitan air bersih.
Sumur warga tidak ada yang mengalir. Biasanya mengandalkan embung. Tapi kalau musim saat ini tidak bisa diandalkan. Kecuali membuat semacam belik. Gunakan mirip corong air. Dibuat lubang, untuk meniriskan air sungai yang keruh tersebut.
Jika ditunggu mengendap. Setidaknya bisa dimanfaatkan warga. Untuk sekedar keperluan membersihkan ternak maupun mencuci. Karena untuk membeli air tangkai mahal. Rata-rata sudah di angka Rp 200 ribuan/tangkai.
Selain opsi membeli air tangka, warga sudah dua pekan ini dibantu BPBD Rembang. Lewat droping air bersih. Kalau bantuan ini bisa digunakan minum. Karena bantuan tentu terbatas dan harus dibagi merata. Paling tidak bisa keperluan darurat.
Jika keluarganya banyak warga tidak bisa andalkan droping. Tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan air sungai keruh tersebut. Makanya bisa pagi, siang dan sore warga antre mengambil air menggunakan gayung kecil.
”Sebenarnya mulai merasakan kesulitan air bersih sudah hampir tiga bulan. Kita bikin air dibelik, resapan air kotor dari sungai. Untuk memandikan sapi. Kalau ngansu minimal 4 sampai 5 pikul. Kadang kita juga dikasih bantuan air dari BPBD Rembang, selain air tangkai untuk keperluan masak,” pengakuan warga Wardi, warga Pranti, RT 04 RW 02, Sulang.
Selain Wardi, emak-emak di sana kerap memanfaatkan air belik untuk keperluan mencuci. Memang airnya tidak bersih. Tapi setidaknya masih sedikit layak jika digunakan. Meskipun bersih ketika kain putih bakalan kecokelatan.
“Tidak ada pilihan lain. Ketika punya tandon di rumah bisa dibilas. Tapi kalau stok habis tidak ada pilihan belasan kain terpaksa langsung di jemur. Hanya saat koran ini masih menyusuri sungai, yang memanfaatkan hanya satu orang. Lainnya antre jerigen. Kebetulan di kampung ada droping dari BPBD,” ungkapnya.
(ks/noe/ali/top/JPR/JPC)