Gugus Tugas Terus Kaji Penularan Covid-19 lewat Udara

  • Bagikan
Pedagang face shield atau pelindung wajah saat menata dagangannya di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Rabu (3/6/2020). (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAKARTA, RAKYATJATENG – Temuan penularan Covid-19 bisa terjadi melalui udara makin menegaskan bahwa protokol kesehatan harus dijalankan secara ketat.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC-19) mengingatkan, hanya menggunakan pelindung wajah transparan (face shield) tidak cukup untuk mencegah penularan.

”Menggunakan face shield saja tanpa masker tidak akan memberikan perlindungan yang maksimal,” ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto kemarin (12/7).

Dia menjelaskan, berdasar beberapa diskusi dengan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), virus SARS-CoV-2 diprediksi mampu menular melalui droplet dari penderita maupun microdroplet yang bisa melayang-layang di udara, terutama di ruangan tertutup.

”Microdroplet ini ukurannya lebih kecil dan bisa berada di udara untuk waktu yang relatif lama,” jelas Yuri.

Pada dasarnya, kata dia, face shield sebatas mampu melindungi pengguna dari droplet yang besar. Namun, tidak menjamin partikel microdroplet lantas tidak terhirup ke dalam mulut atau hidung. Sebab, partikel microdroplet dapat berada di udara dalam waktu yang relatif lama dan berpotensi terhirup secara tidak sengaja.

”Oleh karena itu, penggunaan masker mutlak harus dilakukan, harus dikerjakan. Bukan face shield. Karena kita tahu, pada microdroplet, ia akan mengambang di udara,” paparnya.

Selain itu, lanjut Yuri, sirkulasi udara di ruangan-ruangan harus baik. Baik di tempat kerja maupun rumah. ”Meskipun ada kipas angin, kalau ruangan tertutup, udara hanya akan berputar-putar di tempat itu. Lebih baik menggunakan exhaust fan yang bisa menarik udara ke luar,” jelasnya.

Sementara itu, adanya penelitian dari WHO bahwa virus SARS-CoV-2 bisa menular melalui airborne atau udara di ruangan tertutup terus dikaji.

Anggota Tim Pakar Medis Gugus Tugas Nasional Budiman Bela menuturkan, selain tempat tertutup, udara dingin pada ruangan tertutup meningkatkan potensi penularan Covid-19. Karena itu, menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker dan menjaga jarak harus dipatuhi.

Budiman menjelaskan, penggunaan masker dan jaga jarak akan menghambat transmisi virus melalui udara.

”Semua aktivitas mengeluarkan virus ketika kita berbicara, bernyanyi, batuk, dan bersin. Namun, virus itu (Covid-19) akan tertampung oleh masker kalau kita menggunakan masker,” katanya.

Sementara itu, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menuturkan bahwa pernyataan WHO masih meragukan. Sebab, dari rilis yang dikeluarkan lembaga itu, tidak disebutkan berapa persen penularan melalui udara. Dia meyakini penularan melalui droplet masih lebih besar.

Di sisi lain, Yunis menegaskan bahwa masyarakat bisa mengantisipasi penularan melalui udara tersebut. Langkah utama yang dilakukan adalah menjaga sirkulasi. Berada di ruangan tertutup cukup berisiko. Sirkulasi itu bisa saja berasal dari jendela atau exhaust. ”Ini akan melancarkan pergantian udara dalam suatu ruangan,” ujarnya.

Yunis menambahkan, masyarakat perlu memproteksi diri dengan menggunakan masker dan face shield. Penggunaan alat itu diharapkan bersamaan. ”Selain itu, harus memperhatikan gizi dan imunitas tubuhnya,” tuturnya.

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Wiku Adisasmito mendorong WHO untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Publikasi dari New England Journal of Medicine baru-baru ini, kata dia, telah mengevaluasi ketahanan virus penyebab Covid-19.

Kajian tersebut menunjukkan bahwa virus Covid-19 yang mampu bertahan di udara hingga tiga jam tidak mencerminkan kondisi klinis manusia saat batuk. Kondisi tersebut terjadi saat eksperimen dilakukan untuk melihat konsentrasi partikel yang melayang di udara.

Berdasar itu, WHO terus merekomendasikan pencegahan penularan yang disebabkan oleh droplet dari orang yang terinfeksi Covid-19. WHO tetap merekomendasikan tindakan pencegahan berdasarkan tingkat risikonya.

Sementara itu, kemarin (12/7) GTPPC-19 mencatat kasus terkonfirmasi positif Covid-19 menjadi total 75.699 orang setelah ada penambahan 1.681 kasus baru. Provinsi Jawa Timur melaporkan pertumbuhan kasus positif tertinggi, yakni 518 kasus baru. Meski demikian, kasus baru itu diimbangi 207 kasus sembuh.

Kemudian, DKI Jakarta melaporkan 404 kasus baru dan 160 kasus sembuh, Sulawesi Selatan 173 kasus baru dan 107 kasus sembuh, Kalimantan Selatan 77 kasus baru dan 107 kasus sembuh, Jawa Tengah 70 kasus baru dan 30 kasus sembuh, Papua 63 kasus baru dan 7 kasus sembuh, serta Jawa Barat 50 kasus baru dan 10 kasus sembuh.

”Total kasus sembuh secara nasional adalah 919 orang. Kemudian, kasus meninggal bertambah lagi 71 orang dengan total 3.606 orang,” jelas Yuri.

Tidak semua kasus terkonfirmasi positif yang didapat dari contact tracing sedang dirawat di rumah sakit. Banyak di antara mereka yang melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing dengan gejala yang sangat ringan, bahkan tanpa gejala. ”Inilah yang kami lihat bahwa beban layanan rumah sakit belum begitu bertambah meskipun kasus per hari bertambah banyak,” kata dia.

Berdasar data yang diterima gugus tugas dari 34 provinsi di tanah air, DKI Jakarta menjadi wilayah dengan penambahan kasus sembuh tertinggi, yakni 9.200 orang. Disusul Jawa Timur 6.341 orang, Sulawesi Selatan 2.759 orang, Jawa Tengah 1.935 orang, Jawa Barat 1.877 orang, dan wilayah lain di Indonesia sehingga total mencapai 35.638 orang. (JPC)

  • Bagikan