Saingi Covid-19, Jumlah Kasus DBD yang Meninggal di Sukoharjo Tinggi

  • Bagikan
Fogging jadi alternatif terakhir setelah dilakukan gerakan PSN. (RADAR SOLO PHOTO)

SUKOHARJO, RAKYATJATENG – Semester pertama tahun ini setidaknya lima orang meninggal karena demam berdarah dengue (DBD). Kecamatan Gatak mencatat jumlah paling banyak temuan kasus DBD, dengan tiga orang meninggal.

“Sampai pekan ke-26 (Juni), kasus meninggal karena DBD di Sukoharjo ada lima orang. Jumlah ini sama dengan korban meninggal karena Covid-19. Paling tinggi di Gatak, tiga orang. Sebaliknya, untuk kasus Covid-19, kecamatan ini masuk zona hijau,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukoharjo Yunia Wahdiyati, kemarin.

Kasus meninggal karena DBD lainnya adalah satu warga Gumpang, Kartasura. Satu lainnya dari Pojok, Tawangsari. “Saat ini Kecamatan Gatak dan Tawangsari masuk zona merah DBD,” terang Yunia.

Yunia memaparkan, total kasus DBD hingga pekan ke-26 mencapai 143 kasus. Rinciannya, 114 DBD, 29 DSS (dengue shock syndrome), dan lima meninggal dunia. Padahal, pada pekan ke 24 lalu, total komulatif DBD 131 orang dengan empat meninggal.

Atas kasus ini Yunia meminta kepada masyarakat agar gencar melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk. Sebab, kalau fogging (pengasapan) saja, hanya membunuh nyamuk dewasa. Sedangkan jentik nyamuknya tidak mati.

“Kalau jentiknya jadi dewasa nanti akan hidup dengan kekuatan yang berbeda. Artinya dia kebal dengan situasi karena sering di-fogging. Inilah kenapa fogging tidak selalu menjadi pilihan utama untuk pemberantasan nyamuk. PSN yang penting,” tegas Yunia.

Pola hidup bersih dan sehat ini sangat sangat ditekankan. Tidak hanya sehat orangnya, namun juga harus bersih lingkungannya. Bila ini terus dilakukan, maka penyakit demam berdarah bisa diantisipasi sejak dini. (kwl/bun/ria)

(rs/kwl/per/JPR)

  • Bagikan

Exit mobile version