Ternyata, Buronan Kejagung Djoko Tjandra Berada di Indonesia Sejak 8 Juni 2020

  • Bagikan
Ilustrasi: Kantor Kejagung (Dok.JawaPos.com)

JAKARTA, RAKYATJATENG – Buronan Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra dikabarkan telah berada di Indonesia sejak Senin, 8 Juni 2020.

Buronan kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali itu mendaftarkan langsung upaya hukum peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Saya hanya mengetahui beliau ada di Indonesia pada saat beliau pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) pada tanggal 8 Juni. Dimana PK tersebut didaftarkan sendiri oleh pak Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata pengacara Djoko, Andi Putra Kusuma
saat jumpa pers di kantornya, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (1/7).

Andi menyampaikan, tidak mengetahui kalau kliennya sudah berada di Indonesia. Dia menegaskan, hanya bertemu Djoko Djandra di PN Jakarta Selatan untuk mengajukan PK.

“Intinya kami bertemu dengan beliau tuh pada saat beliau sudah ada di Indonesia. Kita tidak ikut mengatur atau mengurusi bagaimana masuk ke Indonesia. Intinya kami dari tim hukum menyampaikan bahwa pendaftarannya harus dilakukan oleh pemohon itu sendiri, untuk itu bapak mohon untuk dapat hadir di pengadilan kita tentukan tanggal 8 beliau hadir di pengadilan,” ujar Andi.

Andi juga menyebut, kliennya tidak dapat hadir pada sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) karena alasan sakit. Sidang pun dijadwalkan ulang pada 6 Juli 2020, namun belum bisa memastikan kliennya hadir ke persidangan atau tidak.

“Mengenai kehadirannya pak Djoko terakhir kita konfirmasi bahkan sebelum sidang tanggal 29 pak Djoko tuh confirm untuk hadir, cuma pada hari Kamis disampaikan beliau kesehatannya menurun dan dibuktikan juga surat dari dokter,” bebernya.

Untuk diketahui, Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000.

Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan agar Djoko dibebaskan dari tuntutan, karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Tak puas putusan hakim, Kejaksaan Agung mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.

Bahkan, uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar harus dirampas negara. Imigrasi kemudian mencegah Djoko keluar negeri. Namun, Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya.

Kejaksaan kemudian menetapkan Djoko sebagai buronan. Namun, hingga kini Djoko Tjandra belum berhasil ditangkap oleh Korps Adhyaksa. (JPC)

  • Bagikan

Exit mobile version