SRAGEN, RAKYATJATENG – Air Sungai Bengawan Solo mulai menyusut. Daerah yang dilalui sungai ini pun bersiap menghadapi ancaman kekeringan. Terutama di wilayah Sragen bagian utara.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sragen Tatag Prabawanto mengatakan, sudah menjadi masalah setiap tahun jika wilayah Sragen di utara Bengawan Solo selalu dilanda kekeringan hingga krisis air bersih. Sebagai antisipasi, pemkab sudah menyiapkan rencana dropping air bersih.
”Anggaran darurat bencana alam khusus kekeringan tidak dialihkan untuk penanganan Covid-19. Jadi sewaktu-waktu dibutuhkan, misal untuk dropping air bersih sudah siap,” terangnya, kemarin.
Masalah lainnya, muncul kekhawatiran kesulitan air bersih karena aktivitas submersible pump atau dikenal dengan sumur sibel. Beberapa tahun terakhir aktivitas pembuatan sumur sibel untuk pertanian semakin marak di Sragen. Jika tidak terkontrol, hal ini bisa memicu kekeringan semakin meluas. Apalagi pembuatan sumur yang tidak sesuai ketentuan dan melanggar perizinan.
Tatag mengatakan, eksploitasi air dengan sumur sibel saat ini merebak dan sudah melebihi ketentuan. Jika tidak terkontrol, air permukaan yang sejatinya digunakan untuk konsumsi warga akan habis. Bahkan, dampak dari sumur sibel ini sudah menambah daftar kekeringan di berbagai wilayah Kabupaten Sragen.
Pembuatan sumur sibel dilakukan oleh masyarakat yang tidak disertai dengan perizinan dan kajian analisi dampak lingkungan. Apalagi dalam penanganan sumur sibel ini menjadi wewenang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah.
Kondisi ini, menurut Tatag, harus segera menjadi kajian dan pemahaman kepada masyarakat agar tidak mengeksploitasi air secara berlebihan.
”Daerah kekeringan akibat merebaknya sumur sibel, mereka mengeksploitasi air sudah melebihi ketentuan. Mereka ini yang harus mulai disadarkan, air permukaan pasti akan habis. Ke depannya lingkungan hidup harus menjadi salah satu bahan kajian dan pemahaman kepada pemilik sumur sibel,” jelasnya. (din/bun/ria)
(rs/din/per/JPR/JPC)