Mahasiswa hingga Dosen Uniba Solo Demo, Rektor Buka Baju Lalu Mengundurkan Diri

  • Bagikan
Rektor Uniba Pramono Hadi membuka baju dan mengundurkan diri dari jabatan saat orasi di depan massa aksi demo, Selasa (30/6). (ISWARA BAGUS/RADAR SOLO)

SOLO, RAKYATJATENG – Ratusan massa dari mahasiswa, karyawan hingga dosen Universitas Batik (Uniba) Surakarta menggelar aksi demo di kampus setempat, Selasa (30/6). Mereka kecewa dengan kebijakan kampus yang dinilai sepihak dan pengelolaan dana yang tidak transparan. Dalam aksi ini, Rektor Uniba Pramono Hadi pun memilih mengundurkan diri.

Dari pantauan di lokasi, mahasiswa mengirim dua karangan bunga duka cita di depan gerbang kampus. Karangan bunga tersebut bertuliskan ‘Turut Berdukacita Atas Kedzoliman Pengelolaan’ dan ‘Turut Berdukacita atas Terjadinya Liberalisasi, Komersalisasi Pendidikan Kampus’. Mereka juga membakar ban tepat di depan gedung Uniba.

Mahasiswa juga memasang berbagai spanduk di balkon gedung. Bahkan, dosen, karyawan hingga pejabat rektorat ikut turun aksi. Mereka mengancam menyegel kampus.

Mahasiswa, dosen, dan karyawan Uniba menggelar aksi demo di kampus setempat, Selasa (30/6). (DAMIANUS BRAM/RADAR SOLO)

Demonstrasi ini merupakan lanjutan dari aksi sebelumnya. Lantaran kesepakatan antara massa aksi dengan senat yayasan yang dibuat sebelumnya justru dilimpahkan ke pihak rektorat. Tidak terima, mahasiswa kembali menggelar aksi, bahkan diikuti dosen dan karyawan. Mereka menerikkan yel-yel, menuntut Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi Islam Batik (YAPERTIB) Solichul Hadi Ahmad Bakri dan kedua anaknya turun dari jabatan.

Puncaknya, Rektor Uniba Pramono Hadi yang menemui massa aksi juga ikut berorasi, bahkan melakukan aksi mencopot baju. Pramono mengambil langkah cukup berani, mengundurkan diri dari jabatannya. Pramono merasa gagal menjadi rektor yang tidak memiliki taring dalam pengambilan kebijakan. Sebab, selama ini kebijakan diambil hanya berdasarkan pada yayasan.

"Saya merasa gagal memimpin dan membuat kebijakan yang baik untuk Uniba. Hari ini (30/6), saya bersama wakil rektor menyatakan mundur diri dan saya akan tanda tangan supaya legal formalnya jelas. Kami merasa bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi. Karena rekorat tidak bisa mengelola keuangan dan mengambil kebijakan. Kami hanya bisa mengusulkan tanpa bisa memutuskan. Karena semua keputusan tersentral yayasan," papar Pramono, dilanjutkan dengan aksi lepas baju.

Pramono mengaku aksi ini sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa, dosen, karyawan serta jajaran rektorat. Sebab terjadi kesalahan tata kelola, baik sumber daya manusia (SDM) yang tidak kompeten dan pengalokasian dana yang tidak transparan. Bahkan ketua pembina yayasan juga mengangkat kedua anaknya di jabatan strategis.

"Dewan pembina yayasan ini juga mengangkat kedua anaknya, Tetuko sebagai sekretaris yayasan dan Astari sebagai staf ahli keuangan yayasan sejak tahun lalu. Makanya perlu reformasi agar sesuai aturan yang ada. Dan, rektor ikut bertanggung jawab. Karena saya merasa gagal, ya kami mundur. Sebagai tingkat etika kegagalan kami," imbuhnya.

Pramono tidak menampik banyak dosen dan karyawan yang memilih ikut aksi. Lantaran hak dosen dan karyawan sangat dibatasi dan terlalu diintervensi sejak 2016 silam. Bahkan, penggajian juga dilakukan berdasarkan kriteria.

Koordinator lapangan (Koorlap) dosen dan karyawan, Amir Junaidi mengatakan, ada sekitar 300 peserta dalam aksi demonstrasi, siang tadi. Amir mengaku aksi damai ini akan terus digelar jika pihak yayasan kembali mangkir dari tuntutan yang diajukan peserta aksi.

"Jika yayasan tidak ada yang keluar, maka kami buat langkah menyegel kampus dan kantor yayasan sebagai jaminan agar tuntutan kami dipenuhi. Dan jika tidak digubris, saya akan membawa massa yang lebih banyak dari guru dan karyawan SMP Batik, SMA Batik 1 dan 2 serta SMK Batik 1 dan 2. Karena mereka juga mengeluhkan hal yang sama,” ungkapnya.

Sebenarnya, penyampaian aspirasi sudah dilakukan sejak lama. Bahkan ketimpangan kebijakan dirasakan mahasiswa sejak 2018. Koorlap aksi dari aliansi mahasiswa, Muhammad Arief Oksya mengatakan, banyak ketimpangan yang terjadi di kampus. Selain itu, banyak hak mahasiswa yang tidak terpenuhi. Mulai dari tidak ada pemotongan uang kuliah tunggal (UKT), subsidi kuota, gedung student center, dan lainnya.

"Kami sudah mengajukan tuntutan, tapi tidak digubris. Lalu pada 22 Juni aksi pertama, menuntut semua hal. Tapi dua hari setelahnya malah dilimpahkan ke rektorat. Makanya kami aksi lagi," katanya.

Karena hingga pukul 12.00 pihak yayasan tidak hadir, maka kampus Uniba disegel mahasiswa. Selain penyegelan mahasiswa dan civitas akademika kampus mengancam membuat aksi lanjutan dengan masa lebih besar. (rgl/ria)

(rs/rgl/per/JPR/JPC)

  • Bagikan

Exit mobile version