RAKYATJATENG – Kantor Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Eropa pada Kamis (18/6) memberikan peringatan dengan menunjukkan peningkatan “insidensi dan jumlah” infeksi coronavirus yang mengkhawatirkan di negara-negara Eropa Timur, meskipun jumlah kasus Covid-19 di negara-negara Eropa lainnya telah menurun selama beberapa pekan.
“Dalam sebulan terakhir, jumlah negara Eropa yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam insidensi kumulatif meningkat lebih dari tiga kali lipat, dari enam menjadi 21 negara,” kata Dr. Hans Kluge, Direktur Regional WHO untuk Eropa, dalam pertemuan virtual rutin yang diadakan di Kopenhagen, seperti dikutip Antara dari Xinhua.
Pernyataan Kluge tersebut menepis pandangan tentang rasa keamanan palsu dari statistik WHO, yang mungkin menunjukkan kawasan Eropa telah “stabil dengan rata-rata kasus per hari sekitar 17.000 hingga 20.000 karena jumlah kasus di negara-negara lain menurun selama beberapa pekan terakhir.”
“Covid-19 masih dalam fase yang sangat aktif di banyak negara. Sangat penting bagi kita untuk terus memulihkan diri dan bangkit kembali usai karantina wilayah (lockdown),” kata pejabat WHO itu.
Dr. Kluge menekankan perlunya untuk tetap tekun dan mencabut pembatasan dengan hati-hati, menyebut tentang pembukaan kembali sekolah-sekolah di beberapa negara yang mengakibatkan “kobaran” kasus lokal.
Dalam seruan yang sering diulangnya untuk negara-negara di kawasan itu, Dr. Kluge meminta mereka memperkuat kesiapsiagaan dan kesiapan layanan darurat serta pelayanan sistem kesehatan yang rutin, karena dia “berharap yang terbaik tetapi bersiap untuk yang terburuk” mengenai kemungkinan merebaknya kembali wabah Covid-19.
“Kita masih belum keluar dari bahaya. Lockdown dan jaga jarak sosial telah memberi kita waktu,” tuturnya, menegaskan kembali bahwa “risikonya tetap tinggi di semua negara,” terangnya.
Kluge menjelaskan, “penting bagi pihak otoritas untuk berinvestasi penuh dalam memiliki sistem pelacakan, tes, dan penelusuran yang agresif demi menghindari langkah karantina lebih lanjut yang mahal dalam beberapa pekan dan bulan ke depan andai infeksi virus tersebut kembali meningkat.” (JPC)