DEMAK, RAKYATJATENG - Bagi sebagian orang dan kelompok masyarakat, pembatasan sosial saat masa pandemi Covid-19 tidak membuatnya hilang kreativitas. Termasuk juga bagi para aktivis di Kabupaten Demak Jawa Tengah yang mengibarkan bendera 'Santri Demak'.
Mereka tak mau produktivitas terkebiri hanya karena larangan beraktivitas secara massal di luar ruangan tanpa mengindahkan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Jadilah,mereka tetap berkarya. Mengisi sesuatu yang positif di masa pandemi dengan cara memroduksi beberapa film yang berlatar belakang kearifan lokal Kota Wali.
Salah satu film pendek andalan mereka berjudul 'Daringan'. Cerita yang diangkat adalah kehidupan kaum marjinal yang ada di Demak.
'Daringan' berarti tempat penyimpanan beras yang terbuat dari tanah liat atau anyaman bambu. Dahulu kala di Jawa 'daringan' menjadi simbol kesejahteraan hidup sebuah rumah tangga.
Nantinya, para pemirsa akan disuguhi kisah pilu kaum papa yang terwakili oleh tokoh Jumali dan Turiyah dan tiga anaknya.
Sepanjang pertunjukan terasa kental nuansa kasih sayang orang tua terhadap anak dan implementasi religius tanpa harus mengumbar kata kata secara tersurat.
Ada teladan berupa kepatuhan seorang istri terhadap suami dan tanggung jawab seorang lelaki sebagai pemikul beban kepala keluarga.
Jalinan romantisme antar pasutri tak dipertontonkan secara vulgar. Hanya melalui pesan sarat makna melalui sorot mata antara Jumali dan Turiyah saat adegan perpisahan maupun pertemuan yang menimbulkan haru biru.
Anak-anak yang bisa menerima kekurangan dan keadaan tanpa mengeluh menjadi salah satu kritik sosial bagi kaum hedonis.
"Nek bodo Bapak ora mulih aku nganggo klambimu, Mas nganggo klambine Bapak wae ben ketok anyar. (Kalau lebaran Bapak tak pulang, saya pakai bajumu, Kakak pakai baju Bapak biar kelihatan baru)."
Penggalan dialog anak-anak Jumali dan Turiyah menjadi tamparan yang menyesakkan dada bagi kita yang terbiasa bolak-balik membeli baju tanpa harus menunggu lebaran tiba.
Dzawata Afnan, sang penulis skenario sekaligus pemeran Turiyah memerankan tokoh utama secara natural. Mungkin karena terbiasa menghadapi kaum papa saat ia dan kelompok peduli sosialnya bersentuhan dengan masyarakat marginal sehingga ia tak canggung saat harus impersonate.
Rizky Iqromullah, sutradara sekaligus pemrakarsa kegiatan para aktivis yang tergabung dalam Komunitas Santri Demak mengaku memang sengaja merangkul para aktivis yang terbatas gerak di masa pandemi ini.
Aktivitas Santri Demak ini didukung oleh berbagai elemen masyarakat di Demak diantaranya kepala desa, ormas, pengacara, wartawan, pelajar, guru, karyawan swasta, mahasiswa, ibu rumah tangga dan komunitas pemerhati kegiatan sosial.
"Kita boleh dibatasi secara fisik tetapi tidak terbatas saat berkarya. Tapi kami taat SOP di masa pandemi lho, tetap berjarak dan pakai masker saat prosesnya," ungkap Rizky seusai nonton bareng Film Daringan di Cafe Pelangi Demak, Minggu (14/6/2020).
Rizky Iqro panggilan akrab pria kelahiran Jakarta yang memang sudah akrab dengan dunia broadcasting ketika masih berdiam di Ibukota itu menambahkan, setelah film 'Daringan', akan dilanjutkan dengan konten-konten lain senada secara konsisten dan berkala di Channel Santri Demak.
"Mohon doa restunya agar kami (Santri Demak) bisa terus berkarya. Dari Kota Wali untuk Indonesia," tutupnya. (yon)