Ngantor Pakai Busana Adat Sulsel, Ganjar: Saya sudah Dinobatkan Keluarga Sulsel dengan Sebutan Daeng Manaba

  • Bagikan
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, mengenakan busana adat dari Sulawesi Selatan saat menghadiri acara di Hotel PO, MG Suites maupun acara Seminar Nasional Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama) di Museum Ronggowarsito. (hms)

SEMARANG, RAKYATJATENG – Hari ini Kamis (22/8) yang merupakan Kamis keempat Agustus 2019, ada pemandangan yang berbeda di lingkungan Pemprov Jateng sejak pagi. Para pegawai dan karyawan Pemprov mengenakan busana Nusantara. Ada yang mengenakan busana adat Betawi, Bali, Madura, dan adat lainnya di Indonesia.

Bahkan, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, mengenakan busana adat dari Sulawesi Selatan saat menghadiri acara di Hotel PO, MG Suites maupun acara Seminar Nasional Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama) di Museum Ronggowarsito.

“Ada yang tahu, saya memakai busana dari mana?” tanya Ganjar kepada peserta Munas dan Konferensi Nasional IV Forum Komunikasi Satuan Pengawas Intern di Hotel Po Semarang, Kamis (22/8/2019).

“Ini busana dari Sulawesi Selatan. Bajunya bagus, sarung merah ini coraknya juga bagus. Bukan alasan, saya sudah dinobatkan sebagai keluarga Sulawesi Selatan dengan sebutan Daeng Manaba,” katanya disambut tepuk tangan peserta.

Gelar untuk bangsawan Bugis itu  diberikan oleh kesepuluh raja Sulsel. Penganugerahan gelar ditandai dengan penyerahan keris dari Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, kepada Ganjar Pranowo, pada 2016 lalu.

Diungkapkan, sejarah telah menunjukan bahwa hubungan antar suku di Indonesia memiliki kepentingan yang sama untuk mendirikan bangsa Indonesia. Sejarah itu perlu dijadikan contoh untuk generasi saat ini.

“Cekcok antar suku, SARA, itu jadul. Anak bangsa yang betul ya seperti hari ini. Republik ini lahir dari berbagai golongan. Tidak ada yang utama, semua sama,” tegasnya.

Ganjar mengaku, meski dari Jawa Tengah, dia telah belajar banyak dari suku Bugis. Terutama keberaniannya mengarungi samudera.

“Tali ini tidak hanya mengikat saya tapi mengikat juga orang Jateng dan Sulsel. Kita berjuang mencapai kejayaan Indonesia, kita menjadi pelopor,” ungkap mantan anggota DPR RI ini.

Dia mengungkapkan apa yang pernah disampaikan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, gelar yang diberikan pada Ganjar merupakan sebuah gelar kehormatan yang istimewa di Sulsel.Sebab, orang nomor satu di Jateng ini dinilai siap menjadi perekat bangsa ini. Selain itu, meski Ganjar memiliki darah dari suku Jawa, namun dari aspek sejarah sebenarnya antara Jawa dengan Bugis punya keterikatan.

Menurut Ganjar, busana Nusantara, jika dikumpulkan ternyata ada banyak sekali. Sehingga, sebagai warga negara yang baik, harus merawatnya dan jangan sampai hilang atau diklaim oleh negara lain. Ketika tidak mau merawat, dan terjadi klaim oleh negara lain, justru panik dan marah.

“Yo salahe dewe ora gelem ngurus, ora gelem merawat. Padahal, dengan kekayaan beragamnya busana Nusantara, menunjukkan kalau busana kita itu top. Kebhinnekan itu ya ini, NKRI itu ya ini,” tandas gubernur.

Penggunaan busana Nusantara pun telah dituangkan melalui surat edaran (SE) Nomor 065/0016031/2019. Para pegawai dan karyawan Pemprov Jateng wajib mengenakan pakaian adat Jawa pada Kamis pekan pertama hingga ketiga, dan pakaian adat Nusantara pada Kamis pekan terakhir.

Sejumlah pejabat dan staf pun penampilannya tidak kalah menawan dan tampak “manglingi” saat pakaian adat Nusa Tenggara Timur, Minang, Batak, Betawi, Sunda, hingga pakaian adat Madura, Jawa Timur membalut tubuh ASN di Setda Provinsi Jawa Tengah.

Suasana ASN Setda pada Kamis (22/8/2019) pun seolah mendadak bak peserta karnaval “Bhineka Tunggal Ika” saat apel pagi.

Sri Juaini Usahawati, PNS bagian protokol yang akrab disapa Enny memilih mengenakan busana Bali karena sebelum ada kebijakan itu, ia sudah memiliki koleksi lebih dari lima. Selain karena coraknya yang menarik, keluarga besarnya memang berasal dari Bali.

“Busana Bali ada macam-macam sesuai kasta. Saya memilih yang simpel, kastanya rakyat jelata. Kalau kasta tertinggi, coraknya dominan putih. Selain dari Bali, saya juga punya koleksi dari Palembang dan Kalimantan Dayak. Dengan kebijakan ini, koleksi saya nanti bisa tambah banyak. Ini juga memgangkat kebudayaan dan keragaman,” kata ibu dua anak yang juga warga Jalan Indraprasta itu. (yon)

  • Bagikan