Rentan Terjadi Kebakaran, Keamanan Pom Mini Dipertanyakan

  • Bagikan
TERBAKAR – Selain membakar rumah, kebakaran pom mini di Jl RE Martadinata juga ikut menghanguskan satu unit sedan milik korban. DOK

BATANG, RAKYATJATENG – Bisnis SPBU mini atau dikenal pom mini, saat ini terbilang cukup menjamur di masyarakat, baik di perdesaan sampai menjalar ke wilayah perkotaan. Namun, belum ada jaminan dari pemerintah mengenai keamanan peralatan pom mini itu.

Pemerintah daerah hingga pusat, kini masih terus mencari formula dalam melakukan penertiban pom mini dengan tujuan melindungi pemiliknya maupun konsumen yang mengisi bahan bakar kendaraannya. Sayangnya, sampai saat ini belum ada regulasi mengenainya, sehingga pom mini bermunculan bak cendawan di musim hujan. Pemiliknya pun tidak memahami seberapa jauh standar keamanan dari tangki BBM mini yang dibeli seharga Rp 6-10 jutaan tersebut.

Maka, kasus kebakaran berbagai pom mini pun kerap menghiasi media masa. Tak terkecuali dengan yang terjadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, seperti di ruas jalan RE Martadinata, Kelurahan Proyonangan Utara, Kecamatan Batang, Jumat (19/7) malam kemarin.

Kios pom mini beserta rumah milik H Mufid Safii (65) ludes terbakar. Menurut informasi yang berhasil dihimpun di lapangan, kebakaran diduga dipicu karena hubungan listrik arus pendek saat pompa sedang berfungsi, sehingga boks drum berisi bensin terbakar dan meledak. Percikan api kemudian menjalar ke rumah hingga menyebabkan kebakaran rumah.

Seketika, api menyambar mesin pompa bensin yang berada di trotoar depan rumah korban, lalu meledak, dan menimbulkan kobaran api serta menyambar seisi rumahnya.

Kebakaran tersebut bukan yang pertama terjadi di wilayah Kabupaten Batang. Tercatat, kebakaran pom mini dari kurun waktu 2018-2019 telah berulangkali terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Batang. Satu diantaranya, kejadian di Desa Tersono, Kecamatan Tersono pada 13 Maret 2019 lalu. Diduga akibat korsleting listrik pada bagian saklar, mesin Pertamini, kios pakaian, outlet pulsa counter HP dan kendaraan colt pick up L300 ludes terbakar.

Kasus kebakaran pom mini yang menelan kerugian puluhan hingga ratusan juta tersebut rata-rata dikarenakan tingkat keamanan mesin BBM tidak ada jaminan berfungsi baik. Hal itu yang terjadi dengan kasus kebakaran pom mini yang mencelakai rumah Mufid, hingga membuatnya mengalami kerugian mencapai Rp 100 juta lebih.

“Rumah bangunan permanen beserta isinya, termasuk mobil sedan merek Honda Naestro tahun 1993, habis terbakar. Kerugian material ditaksir kurang lebih Rp 100 juta. Dalam peristiwa tersebut tidak terjadi korban jiwa, namun Alif Fajar (19) salah seorang keluarga korban mengalami luka bakar ringan di kaki,” ungkap Kapolsek Batang Kota, AKP Asfauri, seperti dilansir Radarpekalongan.co.id.

Dari berbagai kasus kebakaran pom mini yang tentunya berbahaya bagi keselamatan, baik pemilik maupun warga sekitar, maka perlu adanya kebijakan tegas dalam proses pendiriannya. Baik mengenai izin usaha maupun dari adanya jaminan keamanan mesin yang kini diperjualbelikan secara bebas di pasaran.

Tanpa adanya aturan tegas dari pemerintah pusat, di daerah pun pihak terkait tidak bisa melakukan apapun saat terjadinya kasus kebakaran tersebut. Bahkan untuk melakukan pengawasan terhadap keamanan mesin pom mini, pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperidag) Kabupaten Batang, tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut.

Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Batang, Dewi Wuriyanti menyatakan, hingga kini pemerintah belum memiliki dasar untuk menertibkan keberadaan penjual bensin eceran itu. Padahal, usaha semacam itu jelas dinilai melanggar UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).

“Kami memastikan pendirian usaha pertamini itu tidak mengantongi izin usaha karena memang belum ada regulasi yang mengaturnya. Jika warga nekat membuka usaha tersebut bisa dinyatakan usaha itu berdiri secara ilegal,” kata Dewi Wuriyanti beberap waktu lalu.

Menurut dia, saat ini, pemerintah belum mempunyai dasar untuk menertibkan keberadaan penjual bensin eceran dengan menggunakan mesin pompa mini. Selama ini, lanjut dia, jajaran Pemkab Batang hanya melakukan monitoring dan pembinaan saja kepada para pemilik pertamini, sehingga mereka melengkapi tempat usaha dengan peralatan keamanan.

“Pada monitoring yang dilakukan secara berkala itu, kami melihat banyak pemilik usaha BBM itu yang tidak melengkapi peralatan keamanan, seperti halnya alat pemadam kebakaran,” katanya.

Selain tidak memiliki izin operasional dan kelengkapan alat keamanan, kata dia, banyak pengecer BBM dengan menggunakan mesin pompa mini ini tidak memiliki standar takaran. “Usaha mereka tidak bisa dilakukan uji tera seperti pada Pertamina,” katanya.

Manager Communication and CSR PT Pertamina Marketing Operation Region (MOR) IV Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Andar Titi Lestari pun mnegatakan hal yang sama. Menurut dia, penjualan BBM model seperti itu melanggar sejumlah aturan baku yang disyaratkan oleh Pertamina, seperti standar harga jual, standardisasi mengenai dispensernya, nozzle maupun kualitas BBM-nya.

“Usaha pertamini ini sudah jelas ilegal karena pada aturan disebutkan untuk melakukan kegiatan usaha niaga hilir minyak dan gas harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah,” tegas dia. (fel/RP)

  • Bagikan