BNN Miskinkan Bandar Narkoba, Semua Kekayaannya Disita
JAKARTA, RAKYATJATENG – Strategi baru diterapkan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk membikin jera bandar-bandar narkotika. Selain ancaman penjara hingga tembak mati, para bandar tersebut kini akan ”dimiskinkan”.
Caranya, seluruh aset yang diduga dibeli dengan uang hasil bisnis narkoba disita. Yang terbaru, BNN menyita aset milik tiga bandar yang nilainya mencapai Rp 17 miliar. Bandar pertama yang dimiskinkan bernama Kamal alias Kamel.
Menurut Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari, Kamal ditangkap pada 14 Mei lalu di Jalan Sungai Iyu, Desa Mesjid Dusun, Aceh Tamiang. Kamal kedapatan memiliki 17 ribu gram sabu-sabu.
Petugas lantas melacak aset Kamal yang diduga berasal dari hasil penjualan narkotika. Hasilnya, ditemukan 24 aset bergerak dan tidak bergerak. Antara lain, dua rekening berisi Rp 100 juta dan Rp 50 juta; tanah dan rumah senilai Rp 1,5 miliar; sebuah mobil Toyota Fortuner; 2 truk; 4 motor; dan kebun sawit seluas 28.517 meter persegi. Ada pula 13 sertifikat tanah. “Kami cek sertifikatnya,” paparnya.
Setelah dicek ke lapangan, 8 di antara 13 bidang tanah itu ternyata juga berupa kebun sawit. Lokasinya di Kampung Raja, Aceh Tamiang. Total luasnya sekitar 3 hektare. Dengan demikian, secara keseluruhan, Kamal memiliki sembilan bidang kebun sawit. Semua diduga dibeli dengan fulus dari penjualan narkotika. “Nilai total asetnya mencapai Rp 5 miliar,” tuturnya.
Selanjutnya adalah kasus bandar bernama Tarmizi asal Deli Serdang, Sumatera Utara. Dia ditangkap pada 2 Juli lalu berdasar keterangan lima tersangka lain. Tarmizi merupakan pengendali penyelundupan narkotika dengan modus dibungkus ban dalam mobil. Jumlah sabu-sabunya mencapai 81 kg.
“Langsung kami jerat TPPU (tindak pidana pencucian uang, Red),” tegasnya.
Aset yang diduga dibeli dari hasil bisnis narkotika mencapai 10 unit. Antara lain, sebuah rumah di Pasar 3 Marelan Medan, satu rumah di Pasar 4 Marelan Medan, 2 mobil CR-V, 1 Innova, 1 Mitsubishi Strada, 1 Fortuner, rumah di Tanjung Balai, dan rumah kontrakan enam pintu. “Ada juga lima rekening milik bandar yang kami sita,” ungkap Arman.
Juga, satu rekening BRI dengan uang Rp 1,5 miliar; satu rekening BNI (Rp 395 juta); satu rekening BRI (Rp 44 juta); satu rekening BRI (Rp 300 juta); dan satu rekening BRI (Rp 263 juta). “Rekening ini atas nama tiga orang, tapi semuanya milik Tarmizi.”
Bandar ketiga yang asetnya disita bernama Baldiaz Caesar. Dia ditangkap BNN pada 2013 karena kepemilikan 300 gram sabu-sabu. “Vonisnya 14 tahun penjara,” papar jenderal berbintang dua tersebut.
Namun, saat menjalani hukuman di Lapas Karawang, Baldiaz kembali mengendalikan bisnis narkotika. Akhirnya, petugas mendeteksi sejumlah aset yang dibelinya dari bisnis narkotika di balik penjara. “Asetnya hanya tiga, tapi nilainya melebihi aset dua bandar itu,” ujarnya.
Aset pertama merupakan sebidang tanah dan bangunan seluas 400 meter persegi. Tanah dan bangunan itu digunakan untuk kontrakan 31 pintu. Letaknya di Jalan Babakan Fakultas, Tega Lega, Bogor, Jawa Barat. “Nilai aset ini Rp 6,5 miliar,” katanya.
Selanjutnya, terdapat satu mobil Honda seharga Rp 220 juta dan surat utang senilai Rp 200 juta. Total aset yang dimilikinya mencapai Rp 6,9 miliar. Dengan begitu, jumlah aset tiga bandar yang disita mencapai Rp 17 miliar. “Semua disita untuk negara,” tegas Arman.
Menurut dia, penerapan TPPU merupakan salah satu cara agar bandar kehilangan kemampuan finansial untuk menjalankan bisnis narkotika. Bila kemampuan finansialnya hilang, diharapkan bandar tidak bisa lagi memesan narkotika. “Sehingga narkotika tidak lagi beredar,” jelasnya.
Kombinasi antara hukuman pidana dan penerapan TPPU dinilai ampuh untuk menghentikan aksi bandar. Hampir tidak pernah ada bandar yang kembali menjalankan bisnis setelah asetnya disita.
“Memang, sekarang kami terapkan sanksi berupa kombinasi keduanya,” ungkapnya. (JPC)