Tarif Baru Tiket Pesawat: Jakarta-Surabaya Paling Murah Rp 408 Ribu

  • Bagikan

JAKARTA, RAKYATJATENG – Kementerian Perhubungan akhirnya kemarin (16/5) mengumumkan tarif baru penerbangan. Susunan tarif itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas (TBA) Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Maskapai diberi waktu dua hari untuk menyesuaikan dengan aturan baru tersebut.

Kendati “judul” regulasi itu hanya menyebutkan TBA, di dalamnya juga diatur tentang tarif batas bawah (TBB). Beberapa rute yang selama ini dikenal padat terlihat mengalami penurunan TBA dan TBB. Untuk jurusan Denpasar-Jakarta (CGK), misalnya. Sesuai aturan sebelumnya, yakni KM 72/2019, TBA-nya Rp 1.651.000 dan TBB Rp 578.000. Dalam aturan baru menjadi Rp 1.431.000 dan Rp 501.000.

Begitu juga untuk penerbangan jurusan Jakarta (CGK)-Surabaya atau sebaliknya. Semula TBA Rp 1.372.000 dan TBB Rp 480.000. Kini TBA menjadi Rp 1.167.000 dan TBB Rp 408.000. Meski demikian, maskapai-maskapai diprediksi tidak akan memasang tarif sesuai TBB, apalagi pada masa peak season seperti mendekati Lebaran atau libur nasional.

Pembahasan tentang tarif baru tersebut dimulai Senin lalu (13/5). Saat itu diadakan rapat koordinasi antara Menteri Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dalam rapat itulah diambil keputusan untuk menurunkan TBA. Penurunan berkisar 12 persen hingga 16 persen, bergantung jarak dan rute favorit. Pada Rabu malam, barulah KM 106/2019 resmi diteken menggantikan KM 72/2019.

Dirjen Perhubungan Udara Polana B. Pramesti mengungkapkan, penurunan tarif itu tetap mengedepankan faktor-faktor substansial seperti keselamatan dan on time performance (OTP).

“Peningkatan OTP memberikan kontribusi terhadap efisiensi operasional pesawat udara,” papar dia kemarin di Kantor Kemenhub.

Dengan efektivitas operasional pesawat udara tersebut, diharapkan terjadi efisiensi bahan bakar dan jam operasi pesawat.

Ditjen Perhubungan Udara mencatat peningkatan OTP pada awal tahun hingga Maret yang mencapai 86,29 persen. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, OTP tahun ini lebih baik. Tahun lalu OTP hanya 78,88 persen.

Polana juga mengingatkan bahwa harga yang dibayarkan penumpang saat membeli tiket bukan hanya TBA. Namun, terdapat pula biaya pajak, jasa kebandarudaraan (PSC), jasa layanan navigasi penerbangan, asuransi, dan tuslah. Aspek itu ditentukan oleh kurs dolar.

”Saya harapkan bandara dan navigasi memberikan insentif kepada maskapai,” ujar Polana.

KM 106/2019 akan dievaluasi secara berkala setiap tiga bulan atau sewaktu-waktu jika terjadi perubahan signifikan.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan menyatakan, pihaknya akan terbuka jika ada usul mengenai insentif bagi maskapai penerbangan. Sebab, sebelumnya Kemenkeu berdiskusi dengan jajaran maskapai, Kementerian BUMN, dan PT Pertamina. Hasilnya, ditemukan fakta bahwa pengaruh avtur terhadap total cost structure hanya sekitar 27 persen.

Jika tarif pajak pertambahan nilai (PPN) berlaku 10 persen dari objek pajak, PPN avtur hanya berkontribusi 2,7 persen terhadap harga tiket pesawat. ”Jadi, kalau pajak avtur itu diturunkan, sebenarnya enggak akan berpengaruh signifikan karena peranannya kecil sekali,” katanya.

Menanggapi turunnya TBA, Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah menyatakan bahwa penurunan tersebut bisa memengaruhi laba perusahaan. Rata-rata maskapai memiliki keuntungan 2 persen tiap tahun. Menurut dia, itu sudah untung terbesar. ”Tahun lalu pendapatan Garuda Rp 60 triliun dan untungnya Rp 11 miliar,” ujarnya.

Meski demikian, dia tidak pesimistis. Menurut dia, manajemen Garuda Indonesia sudah mempersiapkan berbagai strategi untuk meningkatkan pendapatan dari sektor di luar tiket.

Direktur Niaga AirAsia Indonesia Rifai Taberi menegaskan bahwa perusahaannya mendukung langkah pemerintah. Senada dengan Pikri, dia menyatakan optimistis bahwa penurunan TBA tak akan mengganggu bisnis dan operasional maskapai.

(JPC)

  • Bagikan