2030, Jateng Targetkan Eliminasi HIV/AIDS

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, SEMARANG – Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah masih dalam upayanya mendeteksi seluruh penderita HIV/AIDS di wilayahnya. Langkah ini terus digenjot agar target eliminasi total yang dipatok pada 2030 mendatang mampu tercapai.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo. Ia menjelaskan, upaya deteksi kasus HIV/AIDS dibutuhkan supaya ada penanganan pada penderitanya. Sehingga bisa diputus mata rantainya alias dicegah persebarannya.

“Kami temukan penderita sebanyak-banyaknya untuk diobati. Kemudian upayakan ABCD,” kata Yulianto, Senin (15/4). Metode ABCD itu, sebagaimana dijelaskannya, meliputi Abstinence atau puasa berhubungan intim, lalu Be Faithfulatau setia pada pasangan.

Kemudian kondom, yang tentunya adalah keharusan mengenakan alat pengaman bagi pasutri yang terdiagnosis positif HIV saat berhubungan badan. “Terakhir adalah Drugs, atau menjauhi narkoba yang bisa menyebarkan virus melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian,” sambungnya.

Kendati demikian, langkah menuju eliminasi total ini bukanlah hal yang mudah. Lantaran ini berkaitan erat dengan perilaku manusia. Maka dari itu, sosialisasi wajib digencarkan. Semisal, para remaja sekarang ini harus dibuat paham akan pentingnya ABCD itu tadi. Supaya tidak tertular virus yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh ini.

“Masih banyak remaja yang belum memahami mengenai hal ini. Dinkes Jateng berupaya semaksimal mungkin menurunkan angka kesakitan dan kematian serendah mungkin dari kasus HIV/AIDS di provinsi ini,” jelasnya.

Tak cukup sampai di situ untuk membuat target eleminasi terwujud. Adapun upaya dari Dinkes dengan memberikan pelatihan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP) bagi petugas puskesmas dan rumah sakit.

Adalah target three zeros yang wajib dipenuhi oleh para petugas tersebut. Meliputi, zero new infection (nihil infeksi),zero death relate to AIDS (nihil kematian disebabkan AIDS) dan zero stigma and discrimination (nihil stigma dan diskriminasi terhadap pengidap AIDS).

“Pengetahuan dan keterampilan petugas di lapangan terus ditingkatkan untuk memberikan pelayanan perawatan dan pengobatan kepada pasien HIV/AIDS. Itu disesuaikan dengan jenjang layanan kesehatan di puskesmas atau rumah sakit,” pungkas Yulianto.

(JPC)

  • Bagikan