Walikota Semarang Dikukuhkan Jadi Warga Kehormatan Akpol, Ini Alasannya

  • Bagikan

SEMARANG, RAKYATJATENG – Walikota Semarang Hendrar Prihadi secara resmi dikukuhkan sebagai warga kehormatan oleh Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang.

Dirinya dikukuhkan dalam sebuah upacara tradisi penyambutan yang berlangsung di Gerbang Tanggon Kosala Akpol, Senin (20/8).

Dalam kegiatan tersebut, terlihat hampir seluruh pejabat utama di lingkungan Akpol hadir dalam penyambutan Walikota Semarang yang juga akrab disapa Hendi tersebut.

Tak terkecuali Gubernur Akpol Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel yang hadir secara langsung menyematkan pin kepada Walikota Hendi sebagai tanda warga kehormatan Akpol.

Sebagai Walikota Semarang, Hendi sendiri dipilih untuk menjadi warga kehormatan Akpol karena dinilai sebagai pemimpin inovatif dan kreatif dalam menyejahterakan masyarakat, khususnya di Kota Semarang.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Gubernur Akpol Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel. “Yang paling luar biasa adalah Kota Semarang mampu melampaui Kota Surabaya dan Bandung dalam Indeks Pembangunan Manusia,” tutur Rycko.

Dalam kesempatan tersebut, selepas dinobatkan sebagai warga kehormatan Akpol, Walikota Hendi langsung diminta untuk berbicara sebagai warga kehormatan Akpol kepada ratusan taruna tingkat dua, tiga, dan empat.

Di depan para taruna Akpol, Walikota Semarang yang merupakan politisi PDI Perjuangan tersebut membahas sejumlah topik tentang upaya menyejahterakan masyarakat. Salah satunya terkait upaya menurunkan Gini Ratio atau Indeks Ketimpangan Masyarakat.

Dirinya mengajak para taruna Akpol untuk membandingkan besaran Gini Ratio Kota Semarang pada saat terjadi krisis ekonomi global di tahun 2008-2009 dan 2015.

Walikota Hendi yang menjabat sebagai Walikota Semarang sejak tahun 2013 itu menyebutkan bahwa pada tahun 2009, Gini Ratio Kota Semarang berada pada angka 0,37.

Besaran ketimpangan antara masyarakat Semarang yang kaya dan yang miskin pada saat itu terbesar di Jateng, dibandingkan daerah-daerah lain seperti Salatiga (0.29), Solo (0,27), Kendal (0,28) dan Demak (0,22).

Namun kondisi ketimpangan tersebut kemudian mampu dikendalikan pada tahun 2015. Tercatat di tahun itu Gini Ratio Kota Semarang turun di angka 0,31.

Penurunan itu menjadi pencapaian yang positif jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jateng yang justru mengalami peningkatan ketimpangan masyarakat melampaui Kota Semarang sebagai Ibu Kota Provinsi di tahun 2015. Sebut saja Salatiga (0,35), Solo (0,36), Kendal (0,34), dan Demak (0,32).

Walikota Hendi menyebut, jika kunci penurunan indek ketimpangan masyarakat tersebut merupakan hasil dari kebijakan mengubah konsentrasi kegiatan ekonomi di Kota Semarang yang semula dominan pada kegiatan industri menjadi perdagangan dan jasa.

“Kebijakan untuk mendorong pembagian kue ekonomi menjadi lebih merata melalui pengembangan sektor pariwisata dan pemberian kredit murah menjadi faktor penting,” tegas Walikota Hendi.

Di hadapan para taruna Akpol juga dirinya mengungkapkan bahwa penurunan ketimpangan masyarakat tersebut berbanding lurus dengan menurunnya angka kriminalitas di Kota Semarang.

“Menurut data BPS, jumlah tindak pidana yang dilaporkan juga turun dari semula pada tahun 2013 ada 3.550 laporan dalam setahun, turun menjadi 2.788 laporan pada tahun 2015,” ungkapnya. (sen/yon)

  • Bagikan