Minggu, Ada Festival Ketoprak di Taman Balekambang Solo
SOLO, RAKYATJATENG - Upaya pelestarian seni ketoprak yang dilakukan pemkot belum dimbangi apresiasi dari pelaku, penikmat, penonton, maupun pengamat. Akibatnya, kesenian tradisional itu jalan di tempat.
Ini ditegaskan aktivis Pakempalan Ketoprak Surakarta (Paksura) Yogi Swara. Menurutnya, pemain ketoprak masih sangat minim. Pengamat seni belum secara kritis memberikan masukan.
"Salah satu cara tetap melestarikan seni ketoprak adalah dengan menggalakkan kembali pertunjukan atau kegiatan yang berkaitan dengan ketoprak, seperti workshop ketoprak, sarasehan, maupun festival ketoprak," urainya, Kamis (5/7).
Untuk mewujudkan hal tersebut, lanjutnya, membutuhkan dukungan dan kerja sama berbagai pihak, baik penggiat ketoprak, lembaga pemerintah, maupun masyarakat luas khususnya penonton.
"Kami bersama Pemkot Surakarta mencoba menghidupkan kembali pentas-pentas ketoprak dari kampung. Istilahnya adalah ndudah kampung," terangnya.
Sebagai wadah pegiat ketoprak, Paksura menyelenggarakan Festival Ketoprak 2018. Event ke-8 akan diselenggarakan besok hingga Minggu (8/7) di Taman Balekambang dengan tema Ndudah Kampung. Pesertanya adalah lima perwakilan kecamatan se-Kota Solo.
Ketoprak Jebres akan memainkan lakon Prahara Gunung Kendhil, Kethoprak Rama Budaya Banjarsari berlakon Sumber Terangkilan dan Kethoprak Waton Nyonthong Laweyan dengan lakon Wangenan.
Untuk Kecamatan Pasar Kliwon, Kethoprak Setya Budaya membawakan lakon Ontran-Ontran Pinggir Bengawan, sedangkan Kethoprak Pemuda Srawung Serengan ambil lakon Kidung Kuwung.
Festival akan dinilai oleh tim Juri yang terdiri dari pakar dan pelaku ketoprak yakni, Suharyoso (Jogjakarta), St. Wiyono (Surakarta) dan Gigok Anurogo (Surakarta). Panitia akan menghadirkan satu dewan pengamat yaitu Eko Wahyu Prihantoro dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
"Ini di sistem kompetisi, memperebutkan nominasi pemeran pria terbaik, pemeran wanita terbaik, sutradara terbaik, artistik terbaik, kelompok penyaji terbaik serta penyaji favorit," kata Yogi.
Penghargaan yang diperebutkan pada event ini adalah piala bergilir, trofi, piagam dan sejumlah uang pembinaan.
"Tahun ini pesertanya bukan sanggar seni, tetapi memaksimalkan potensi warga di kecamatan," jelas Kabid Seni, Sastra dan Sejarah Dinas Kebudayaan Surakarta Mareta Dinar. (rs/irw/fer/JPR)