Tol Solo-Salatiga Diyakini Bisa Mengembangkan Potensi Salatiga

SOLO, RAKYATJATENG – Semarang seksi I sampai III telah beroperasi. Tol tersebut menghubungkan Semarang dan Salatiga. Nah, untuk seksi IV dan V atau ruas Solo–Salatiga, pengerjaannya baru mencapai 60 persen.

Ruas tol Solo–Salatiga memang sangat dinanti. Sebab, jalan bebas hambatan tersebut diproyeksikan mengurangi beban jalan nasional Solo–Semarang yang semakin rapat dan memperlama durasi perjalanan. Tapi, masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan di ruas tol tersebut.

Misalnya, yang terlihat dari pantauan Jawa Pos pada 9 Mei lalu. Sebagian lintasan masih berupa gundukan tanah yang belum dikeruk. Mayoritas pengerjaan difokuskan pada lintasan sebidang, baik overpass (OP) maupun underpass (UP). Jumlahnya lebih dari 50.

”Kami sudah menyiapkan petugas untuk menjaga lintasan,” kata Ngadino, manajer pengendalian PT Jasamarga Solo Ngawi (JSN).

Selain itu, penyambungan jembatan menjadi PR besar bagi pengelola. Di antara 12 jembatan yang membentang dalam ruas tol sepanjang 32,65 kilometer tersebut, titik kritis berada di Jembatan Kali Kenteng. Jembatan itu mempunyai panjang 495 meter dan tinggi 50 meter. Sejumlah rencana telah disiapkan pengelola. ”Plan B-nya adalah lewat bawah jalan kerja. Nanti di-rigit (beton),” jelas Ngadino.

Demi keamanan pengguna, pengelola berencana mengoperasikan tol hanya sampai pukul 17.00. Paling malam pukul 21.00. Hal itu juga sudah dikoordinasikan dengan kepolisian setempat.

Kapan ruas Solo–Salatiga dibuka? Seperti ruas tol Solo–Sragen, ruas tol yang dimulai dari gerbang tol (GT) Colomadu hingga gerbang tol sementara (GTS) Plumbon di Kabupaten Semarang tersebut beroperasi pada 8–17 Juni untuk arus mudik, lalu 18–24 Juni untuk arus baliknya. Itu pun hanya digunakan satu lajur. Yakni, lajur arah Semarang menuju Solo. Perbatasan tol operasional (berbayar) dan fungsional (gratis) diposisikan di GTS Plumbon.

Yang perlu menjadi perhatian, ruas tersebut hanya memiliki dua exit tol. GT Colomadu dan GT Boyolali. GTS Plumbon hanya menjadi pembatas. Alhasil, GT Salatiga yang letaknya dekat dengan GTS Plumbon menjadi opsi untuk keluar tol.

Meski fungsional, pengelola sudah menyediakan rest area (RA) darurat di dua titik. Masing-masing di Mudal (Km 482) dan Koripan (Km 467). Selain musala, pompa air, dan toilet, pengelola berencana menyediakan mobile BBM. ”Karena musala yang dipakai adalah musala warga sekitar, rest area-nya juga bisa dimanfaatkan mereka (warga sekitar),” tutur Ngadino.

Sementara itu, Wakil Walikota Salatiga Muhammad Haris menyatakan, tol Salatiga–Solo diyakini bisa mengembangkan potensi terpendam daerahnya. Salatiga yang selama ini dianggap sebagai ’’kota antara” Solo dan Semarang bakal makin ramai disinggahi. ”Salatiga bisa menjadi kota satelit bagi Solo dan Semarang. Orang yang bekerja di Semarang sangat mungkin memiliki rumah di Salatiga, yang di Solo juga demikian,” ucapnya.

’’Jadi, menguntungkan wilayah Salatiga dalam kacamata ekonomi dan lainnya,” imbuh alumnus Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut. (JPC)