RSAL dan Undip Kembangkan Teknologi Bidang Kedokteran
SEMARANG, RAKYATJATENG - Rumah Sakit AL (Rumkital) Dr. Ramelan dan Universitas Diponegoro (CBIOM3S FT Undip) bekerjasama mengembangkan teknologi bidang kedokteran. Yakni, prototipe tangan eksoskeleton untuk penderita stroke dan kecacatan anggota gerak tubuh.
Kepala Rumkital Dr. Ramelan Laksamana Pertama TNI I.D.G. Nalendra mengatakan, pengembangan itu didasari banyaknya keluhan dari penderita stroke dan kelumpuhan. Biasanya, akibat cedera pada persendian atau tulang.
Contohnya, anggota TNI AL kerap mengalami patah tulang atau disposisi sendi (keseleo) saat menjalani aktivitas militer. Saat dilakukan pengobatan, proses penyembuhannya tidak maksimal.
Sehingga, jika terulang beberapa kali dapat menyebabkan kelumpuhan. Kondisi itu juga kerap terjadi pada penderita stroke.
"Ada kasus anggota (TNI AL) yang sedang berlatih menembak, kerap mengalami patah tulang atau lepas sendinya," jelas Nalendra kepada wartawan saat ditemui di Rumkital Dr. Ramelan, Senin (30/4).
Tak hanya penanganan untuk anggota TNI AL, Nalendra mengatakan hasil pengembangan prototipe-nya juga akan dimanfaatkan bagi penderita patah tulang. Misalnya, korban kecelakaan. Namun, pihaknya belum memastikan kapan akan mulai menggunakan prototipe tersebut.
Karena, lanjutnya, saat ini Undip masih mengembangkan teknologi kedokteran tersebut. Hanya, Nalendra mengklaim tangan eksoskeleton tersebut akan menjadi yang pertama di Asia Tenggara.
"Setidaknya, satu setengah tahun mendatang bisa kita implementasikan. Sehingga, pasien dapat melakukan aktivitas seperti sedia kala," kata Nalendra.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Tim Peneliti CBIOM3S FT Undip Rifqy Ismail mengatakan, ada dua cara penggunaannya. Yakni, sensor gerak otot dan menggunakan gelombang otak (EEG elektro ensevalo).
Penggunaan cara yang pertama, memanfaatkan kemampuan gerak otot bagian tubuh yang masih berfungsi baik. Yakni, kontraksi otot bisep yang akan menstimulasi kinerja alatnya. Sedangkan penggunaan melalui gelombang otak, memanfaatkan alat semacam topi yang terpasang di kepala pasien.
Topi tersebut mampu membaca atau mendeteksi perintah pemakainya melalui gelombang yang mengalir dari otak. "Seperti halnya kita memerintah suatu benda. Kemudian perintah itu diterjemahkan untuk membuka dan menutup melipat dan luruskan lengan," jelas Rifqy.
Namun, ada sejumlah kendala pada metode tersebut. Yakni kompleksitas isi pikiran manusia. Sebab, otak perlu berkonsentrasi dan fokus pada tujuan tertentu. Karenanya, prototipe tersebut masih dalam pengembangan.
Jika sudah siap dipasarkan, dia mengaku tidak akan mematok harga lebih dari Rp 50 juta. "Tapi, saya belum pastikan harganya. Karena masih terlalu dini untuk dapat memastikan harga komersialnya," katanya. (JPC)