Kecam Iran dan AS, Raja Salman Ngamuk di KTT Liga Arab
RAKYATJATENG - Berbicara di konferensi tingkat tinggi (KTT) Liga Arab ke-29 di Dhahran, Arab Saudi, Raja Salman mengecam campur tangan Iran di kawasan Timur Tengah. Ia juga mengecam Amerika Serikat (AS) karena mengakui Yerusalem jadi Ibu Kota Israel. Hal itu disampaikan di depan para pemimpin Arab pada Minggu, (15/4).
Ia mengatakan, keputusan Washington mengakui Kota Suci Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel merupakan kesalahan. Apalagi AS segera memindahkan kedutaannya ke sana. Ini merupakan tindakan yang tidak sah.
Tujuh belas kepala negara seluruh kawasan Arab, tidak termasuk presiden Syria Bashar Al Assad, berkumpul 24 jam usai serangan AS, Prancis, dan Inggris di Syria.
Kursi bertanda 'Republik Arab Syria' terlihat kosong di aula. Raja Salman mengalihkan perhatiannya dengan musuh lamanya Iran. Ia begitu geram dengan Iran yang makin menguat di kawasan.
"Kami memperbarui kecaman keras kami terhadap tindakan teroris Iran di kawasan Arab dan menolak campur tangan terang-terangan dalam urusan negara-negara Arab," katanya seperti dilansir AFP Senin (16/4).
Lalu, ia juga mengecam keputusan kontroversial Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. "Kami menegaskan kembali penolakan kami terhadap keputusan AS tentang Yerusalem," kata Salman.
"Yerusalem Timur adalah bagian integral dari wilayah Palestina," ujarnya menegaskan.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al Jubeir bersikeras Riyadh akan mempertahankan hubungan kuat dan strategis dengan Washington.
"Tidak ada kontradiksi karena memiliki hubungan strategis yang sangat kuat dengan AS. Kita hanya memperingatkan teman kita atas kebijakan yang ia lakukan. Itulah gunanya teman," ujar Al Jubeir.
Iran dan Saudi sama-sama mendapatkan kecaman keras dari PBB pada Perang Yaman. Saudi masuk daftar hitam PBB karena pembunuhan dan pembataian anak-anak di Yaman. Sedangkan Iran gagal memblokir pasokan rudal ke pemberontak Houthi Yaman.
KTT Liga Arab didirikan pada 1945 dan jarang menghasilkan tindakan. Terakhir kali mereka melakukan langkah konkret adalah pada 2011, ketika negara itu menangguhkan keanggotaan Syria atas peran rezim Assad dalam perang.
Perang Syria adalah yang paling kompleks dari konflik di kawasan itu. Ini merupakan titik utama pertikaian yang mengadu Riyadh dan sekutu-sekutunya, yang terutama mendukung pemberontak Sunni, melawan pendukung rezim Iran dan sekutunya Libanon, Hizbullah.
Negara-negara Teluk Arab telah membuat sumbangan besar-besaran ke Syria, tetapi belum secara resmi menawarkan suaka kepada warga Syria. (JPC)