Sigap Hadapi Bencana, Pemprov Jateng Latih Warga

SEMARANG, RAKYATJATENG – Cuaca ekstrem beberapa waktu terakhir mengakibatkan terjadinya longsor dan banjir di sejumlah wilayah di Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama pemerintah kabupaten/kota pun sigap menghadapi rentetan bencana tersebut.

Seperti bencana longsor di Brebes akhir Februari lalu. Usai longsor, Plt Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko langsung meninjau lokasi. Begitu juga saat terjadi longsor di jalur Karangkobar (Kabupaten Banjarnegara)-Kalibening (Kabupaten Pekalongan), jajaran Pemprov Jateng pun langsung turun ke lokasi. Bahkan plt gubernur juga telah meninjau lokasi dan memberikan bantuan kepada para korban bencana longsor di Kecamatan Karangjambu dan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga.

Peningkatan kewaspadaan terhadap bencana juga dilakukan dengan memberikan pelatihan penanganan bencana kepada masyarakat. Termasuk bagi para penyandang disabilitas. Sehingga masyarakat dapat menyelamatkan diri saat terjadi bencana. Bagaimana pun keselamatan jiwa lebih penting.

Heru Sudjatmoko juga terus mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap bencana banjir dan longsor di musim penghujan. Apalagi, Jawa Tengah merupakan “supermarket” bencana.

“Hampir semua daerah di Jateng rawan banjir, tanah longsor dan bencana alam lainnya. Maka semua harus semakin berhati-hati saat musim hujan. Kita semua berharap jangan ada lagi warga yang menjadi korban bencana alam,” ungkap Heru, saat memberikan bantuan di Desa Jingkang, Rabu (7/3) lalu.

Ditambahkan, pada bencana yang menimpa pemukiman, penanganan pertama yakni pada korban. Kebutuhan logistik menjadi hal utama yang dipenuhi terutama jika ada warga yang terpaksa mengungsi. Termasuk, bantuan beras 8,65 ton untuk 1.730 kepala keluarga di Desa Jingkang dan Danasari di Kecamatan Karangjambu serta Desa Sirau, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga.

“Bantuan ini sebagai tanda katresnan kami kepada warga Purbalingga, khususnya warga yang terdampak bencana tanah longsor dan masyarakat kurang mampu. Ini sekaligus tilik sedulur yang sedang kesusahan dan tertimpa musibah, semoga diberikan ketabahan dan dijauhkan dari berbagai musibah,” ujarnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono menambahkan, upaya mitigasi bencana terus dilakukan pemerintah, bersinergi dengan instansi lain dan masyarakat. Mitigasi yang sudah dilakukan antara lain bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam memasang alat early warning system (EWS) di daerah yang berpotensi bencana longsor, menyosialisasikan kearifan lokal dalam mendeteksi kemungkinan datangnya bencana, pembuatan jalur evakuasi dan membuat desa tanggap bencana.

Berbagai pelatihan tentang kebencanaan terus diintensifkan untuk seluruh lapisan masyarakat, termasuk para disabilitas dan siswa. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan warga dalam menghadapi bencana.

Di dunia pendidikan, Provinsi Jawa Tengah menjadi pelopor program kebencanaan, dengan pembentukan Tim Penanggulangan Bencana Bidang Pendidikan. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah mitigasi bencana, antara lain dengan pemetaan sekolah rawan bencana, berkoordinasi dengan pemerintah daerah ataupun pusat, pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana.

“Pemprov Jateng memang terus menekankan pentingnya edukasi kebencanaan bagi seluruh masyarakat guna meminimalkan kerugian dan jumlah korban terdampak bencana,” ujarnya.

Sri Puryono mengatakan, dari 35 kabupaten/kota di Jateng, 22 daerah di antaranya memiliki tingkat kerawanan bencana yang sangat tinggi. Sedangkan 13 wilayah lainnya dengan tingkat kerawanan sedang.

Terkait dengan hal itu, Sekda terus memprioritaskan edukasi dan sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat, khususnya bagi yang berada di wilayah rawan. Dengan mengintensifkan edukasi dan sosialisasi, masyarakat menjadi paham dan mengerti cara penyelamatan diri saat terjadi bencana alam. Selain melakukan edukasi dan sosialisasi, Pemprov Jateng meminta masyarakat terus menjaga dan menghidupkan kembali kearifan lokal yang sudah ada sejak zaman dulu.

“Kearifan lokal tersebut merupakan ilmu titen yang dapat mendeteksi terjadinya suatu bencana sehingga akan meminimalkan korban jiwa saat terjadi bencana,” ujarnya pada Forum Perangkat Daerah Bidang Kebencanaan Tahun 2018, di Kantor BPBD Jateng, beberapa waktu yang lalu.

Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Jateng Sarwa Permana menambahkan, hasil survei sebuah lembaga kebencanaan di Jepang menyatakan upaya penyelamatan saat bencana yang paling besar berada di tangan masyarakat, dengan persentase sekitar 35 persen. Sedangkan peran BPBD atau Tim SAR hanya sekitar 1,70 persen. Sehingga dia selalu menekankan program dan kegiatan penanggulangan bencana yang pertama kali dilakukan adalah melakukan sosialisasi bagi masyarakat di daerah rawan bencana.

“Belajar dari bencana di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes perjalanan menuju lokasi bencana sekitar empat jam. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka masyarakat yang pertama yang harus kita edukasi,” jelasnya. (JPR/JPC)