Ketua Golkar Jateng: KPU dan Bawaslu Perlu Sosialisasikan Aturan Kampanye

  • Bagikan
????????????????????????????????????

RAKYATJATENG, SEMARANG – Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang partai politik melakukan sosialisasi atau kampanye sebelum tanggal yang telah ditetapkan, 23 September 2018.

Setiap partai politik hanya diperbolehkan menggelar sosialisasi internal selama masa jeda sekitar tujuh bulan sebelum masa kampanye. Partai politik juga dilarang menggunakan alat media apapun untuk bersosialisasi, termasuk lewat media sosial.

Namun, peraturan tersebut rupanya menuai protes partai baru di Indonesia. Sekjen Partai Garuda Abdullah Mansyuri menilai aturan yang dibuat KPU tidak adil bagi partai baru.

Mansyuri berpendapat, KPU harusnya bisa mengakomodasi kebutuhan partai baru untuk bersosialisasi direntang waktu tujuh bulan sampai 23 September mendatang .

“Kalau iklan setelah 23 September tidak efektif karena partai besar punya nama besar dan media lebih lama dan pastinya uang lebih banyak,” tegas dia.

KPU dan Bawaslu diharapkannya bisa mengakomodasi kebutuhan partai baru bersosialisasi di media sosial sejak awal.

Sementara Ketua Harian DPD I Partai Golkar Provinsi Jawa Tengah Iqbal Wibisono menyatakan bahwa penyelenggara pemilu perlu mensosialisasikan aturan kampanye, baik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), khususnya terkait dengan boleh tidaknya kampanye sebelum waktunya.

Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PKPU No. 7/2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019, kampanye calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden mulai 23 September 2018 hingga 13 April 2019.

“Karena itu, KPU dan Bawaslu perlu menyosialisasikan aturan mana saja yang membolehkan atau melarang calon peserta Pemilu 2019, terutama yang berkaitan dengan advertensi (iklan dalam media massa cetak atau elektronik), publikasi, atau kampanye diri untuk kepentingan memopulerkan diri, baik secara personal maupun kelembagaan,” tutur Iqbal Wibisono di Semarang, Jumat (2/3).

Menurut dia, kalau tidak ada aturan yang pasti, bisa berakibat terjadi ketidakteraturan dan bisa menjadi wilayah abu-abu yang cenderung akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang menimbulkan perdebatan panjang.

Untuk kepastian aturan hukum, lanjut dia, menjadi penting agar masyarakat atau siapa pun yang mempersiapkan diri untuk menjadi tokoh atau pemimpin ada kerelaan bersama untuk menaati aturan-aturan hukum. “Aturan hukum harus ditegakkan, dihormati, dan diindahkan oleh siapa pun,” imbuhnya. (dbs/yon)

  • Bagikan