Penarikan Zakat PNS 2,5 Persen Tidak Miliki Landasan yang Jelas

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu mengatakan rencana pemerintah memungut zakat dengan cara memotong gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) muslim 2,5 persen setiap bulan, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dia menegaskan, kebijakan itu harus memiliki pijakan yuridis, filosofis dan sosiologis. “Dari ketiga pijakan tersebut, rencana pemotongan gaji PNS untuk zakat sama sekali tidak memiliki landasan yuridis, filosofis maupun sosiologis,” kata Khatibul dalam siaran persnya, Selasa (6/2). Dia menambahkan, prinsip Indonesia sebagai negara hukum karena itu norma agama tidak bisa dijadikan rujukan dalam bernegara selama belum menjadi hukum positif. Meski diakuinya memang ada regulasi yang mengatur soal zakat seperti Undang-undang nomor 23 tahun Nomor 2011 tentang Pengelolaan Zakat serta berbagai aturan turunan lainnya. “Namun, regulasi tersebut sama sekali tidak memberi kewenangan pemerintah untuk memotong gaji PNS untuk keperluan zakat,” ungkap Khatibul. Menurut dia, pengaturan soal tata cara penghitungan zakat mal telah diatur melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 52 tahun 2014. Dalam pasal 26 ayat 1 dan 2 PMA, itu disebutkan nisab zakat pendapatan senilai 653 kilogram gabah atau 524 kilogram beras. Ukuran zakat pendapatan dan jasa sebesar 2,5 persen. “Namun, dalam ketentuan tersebut tidak ada ketentuan pengaturan soal pemotongan gaji PNS untuk zakat penghasilan,” jelasnya. Dia menuturkan zakat mal itu harus dihitung secara akumulatif per tahun yang disebut nisab. Dalam pasal 2 huruf c PMA itu juga disebut syarat zakat mal yakni cukup nisab. Menurut dia, nisab itu dihitung mulai seorang mendapatkan harta dalam hal PNS itu gaji, di mana pengangkatan seseorang menjadi PNS tidak bersamaan. Misalnya, dalam satu tahun seorang muslim punya penghasilan atau harta berapa. Kemudian, kewajiban membayar utang berapa, dan lainnya barulah bisa dihitung. “Jadi, bukan dihitung per bulan. Menurut Imam Syafii RA nisab itu hitungangnya harus sempurna satu tahun,” jelasnya. Khatibul menyarankan sebaiknya pemerintah tidak perlu mengatur persoalan zakat penghasilan PNS muslim apalagi dengan menerbitkan suatu peraturan perundang-undangan khusus. Lebih baik persoalan zakat profesi PNS diserahkan pada masing-masing individu yang telah memenuhi kriteria sesuai dengan syariat. Sebaiknya, pemerintah fokus saja melakukan reformasi birokrasi melalui perubahan mental PNS agar melayani rakyat dengan sebaik-baiknya, bukan membebani mereka,” pungkasnya. (Fajar/jpnn)  

Exit mobile version