Hasil Audit BPK soal Kasus BLBI Dinilai Janggal

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia Otto Hasibuan melihat adanya kejanggalan pada laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tertanggal 25 Agustus 2017 yang menyebut adanya kerugian terkait penyelesaian kewajiban obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Laporan audit tersebut sangat berbeda dan bertentangan dengan Laporan BPK atas kasus yang sama tanggal 30 Nopember 2006.

Otto Hasibuan mengingatkan tentang laporan hasil pemeriksaan BPK tanggal 30 Nopember 2006 yang berpendapat SKL layak diberikan kepada pemegang saham BDNI atau Sjamsul Nursalim karena telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Laporan audit BPK 30 Nopember ini sudah disampaikan ke DPR. Dan itu sudah final dan bersifat mengikat (binding).

“Apakah BPK bisa membuat dua laporan audit yang bertentangan satu sama lain terhadap satu soal yang sama?,” ujar Otto Hasibuan di Jakarta, Kamis (1/2).

Otto menilai audit tersebut bertentangan dengan laporan BPK 30 Nopember 2006 itu memberi kesan kuat adanya ketidakpastian hukum. Menurutnya, pengabaian KPK atas hasil audit BPK sebelumnya terhadap penerbitan SKL BLBI menjadi preseden buruk dalam sistem penegakan hukum ke depan.

Guru Besar Hukum Universitas Pajajaran Bandung I Gede Pantja Astawa yang juga adalah anggota Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK mengkritisi adanya audit BPK kelima kali yang dikatakan oleh KPK sebagai ada kerugian negara dibalik pemberian SKL kepada BDNI. Padahal, empat kali sebelumnya BPK sudah mengaudit hal sama.

“Sebetulnya persoalan ini sudah clear. Terlebih BPK di tahun 2006, sudah merilis LHP (laporan hasil pemeriksaan). Disitu dikatakan tidak ada kerugian negara. Jadi dari sisi mana dikatakan merugikan keuangan negara,” kata Pantja.

Dia pun menilai audit BPK yang sudah dilakukan beberapa kali, lalu dimintakan untuk diaudit kembali, merupakan bentuk pengabaian mandat sekaligus hasil kerja BPK sebelumnya. Dia menggarisbawahi peran BPK yang ditegaskan dalam konstitusi. Tindakan pengabaian KPK terhadap audit-audit BPK sebelumnya dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pada BPK di mata siapa pun entitas yang diperiksanya.

Sjamsul Nursalim sendiri tidaklah berperkara dengan KPK, tapi namanya dan BDNI berulangkali disebut oleh Jubir KPK saat memberikan keterangan pers tentang proses perkara Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Ketua Badan BPPN, yang disangka telah merugikan negara sebesar Rp 4,58 triliun berkaitan dengan SKL BLBI yang dikeluarkan. (Fajar/JPC)

 

  • Bagikan